Berbagi Wujudkan Keseimbangan Sosial Lewat Zakat

Zakat

Oleh: Rizqi Okto P
(Direktur Eksekutif LAZ BSM Umat & Mitra Beasiswa Mahasiswa Fasya 2017)

FASYA – Berbagi dalam Islam merupakan ajakan sekaligus anjuran yang diwajibkan. Berbagi merupakan aksi turunan dari pemahaman tauhid yang paripurna. Dalam kamus sebagai insan tidak ada kepemilikan absolut karena sejatinya manusia dihadirkan di dunia tidak memiliki apa-apa. Harta, pangkat, jabatan, istri maupun anak-anak hanya titipan sementara yang nanti akan dimintakan pertanggungjawabannya.

Berbagi adalah salah satu instrumen untuk menjawab permasalahan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Jumlah penduduk miskin per September 2017 mencapai angka 26,5 juta penduduk atau 10,12% (data BPS). Seiring dengan tingkat kemiskinan akan muncul efek-efek turunan yaitu masalah-masalah sosial lainnya.

Konsep berbagi dalam menciptakan keseimbangan sosial ditawarkan oleh Islam dengan sangat indah yaitu melalui peran zakat. Pembahasan tentang zakat di dalam Al Quran terdapat dalam 26 ayat di 15 surat. Salah satu firman Allah SWT yang menggambarkan keberpihakan Islam yang sangat kuat terkait peran zakat yaitu di surat At Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui”.

Hari ini, zakat juga menjadi salah satu instrumen pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan peran zakat untuk dapat dioptimalkan baik dari sisi penghimpunan dan penyaluran dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Zakat diharapkan dapat menjadi solusi dalam berbagai permasalahan ekonomi dan sosial di masyarakat.

Potensi dan Tantangan

Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia sekitar 85%. Ironinya permasalahan zakat hampir sama dengan yang dialami oleh pengembangan Perbankan Syariah. Pangsa pasar Perbankan Syariah hingga saat ini masih diangka 5-6%, sedangkan penghimpunan zakat masih di angka 2%.

Potensi zakat di Indonesia sangat besar dan hingga saat ini penghimpunan dana zakat mengalami peningkatan yang sangat pesat walaupun masih kecil apabila dibandingkan dengan potensinya. Beberapa penelitian mengungkapkan besarnya potensi zakat ini di Indonesia antara lain:
1. PEBS FEUI menunjukkan bahwa potensi Zakat tahun 2009 mencapai Rp12,7 triliun (Indonesia Economic Outlook, 2010)
2. UIN Syarif Hidayatullah menunjukkan bahwa potensi Zakat Nasional mencapai Rp19,3 triliun.
3. Firdaus et al (2012) menunjukkan bahwa potensi zakat tahun 2011 mencapai Rp217 triliun.
4. BAZNAS menunjukkan bahwa potensi zakat tahun 2015 sudah mencapai Rp286 triliun.

Jumlah penghimpunan Zakat, Infaq dan Shodaqah (ZIS) Nasional di tahun 2016 baru mencapai Rp5,01 triliun dengan peningkatan 37,34% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini terlihat bahwa gap antara potensi dan realisasi penghimpunan dana ZIS masih sangat besar. Gap ini didorong oleh beberapa faktor seperti:
1. Kesadaran dan pemahaman dalam berzakat masih rendah
2. Kurangnya dorongan pemerintah dalam mendukung penguatan regulasi
3. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga yang dinilai belum profesional

Pekerjaan rumah yang masih harus terus diperbaiki oleh gerakan zakat di Indonesia. Menangkap potensi umat yang sedemikian besar dan dapat digerakkan menjadi kekuatan ekonomi dan sosial.

Penyaluran yang bermakna

Potensi dana ZIS yang cukup besar memiliki dampak yang signifikan untuk meningkatkan derajat sosial dan ekonomi masyarakat. Pelajar yang putus sekolah dapat difasilitasi untuk mengenyam pendidikan yang tinggi. Tingkat pengangguran dapat kurangi dengan melakukan pemberdayaan masyarakat disektor ekonomi dan beberapa contoh lainnya. Agar dapat terwujud kondisi tersebut dibutuhkan pengelolaan dana ZIS yang diprioritaskan penyaluran berbasis program dibanding penyaluran langsung tanpa program.

Penyaluran berbasis program memiliki konsep dan rancangan yang terstruktur dan berkelanjutan sehingga diharapkan akan menghasilkan muzaki-muzaki (orang sudah bisa berzakat) baru sedangkan penyaluran langsung tanpa program akan menghasilkan manusia-manusia yang bermental “peminta-minta”.

Budaya berbagi di Indonesia masih didominasi dengan cara penyaluran langsung tanpa program. Kondisi ini banyak ditemui saat menjelang hari raya Idul Fitri. Muzaki berlomba-lomba untuk mengejar pahala dengan memberikan santunan langsung kepada mustahik. Hal ini terkadang menjadi kontraproduktif karena banyak terjadi musibah dari kegiatan pembagian santunan langsung tersebut.

Banyaknya lembaga-lembaga Pengelola Zakat yang tumbuh, mencoba menggeser tradisi berbagi dengan cara penyaluran langsung. Lembaga-lembaga tersebut mengelola dan menyalurkan dengan lebih profesional dan memiliki program yang berkesinambungan serta berkelanjutan seperti misalnya Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Inisiatif Zakat Indonesia, BSM Umat dan sebagainya.

Keberadaan lembaga-lembaga tersebut menawarkan program-program yang inovatif dan produktif sehingga memunculkan warna baru dalam kontribusi mengentaskan kemiskinan. BSM Umat misalnya memiliki program mencetak generasi muda muslim untuk menjadi pengusaha muslim yang tangguh. Program ini menyasar mahasiswa dengan latar belakang keluarga kurang mampu. Mahasiswa ini diberikan fasilitas beasiswa, pelatihan, pendampingan kewirausahaan dan pemberian modal usaha. Sehingga ketika mereka lulus, mereka akan menjadi mandiri dan dapat menciptakan lapangan kerja dilingkungannya.

Ke depan gerakan zakat akan menawarkan pola berzakat melalui lembaga dan menerapkan pola sinergi antar lembaga agar penyaluran ZIS dapat lebih efektif dan terstruktur sehingga bermanfaat luas bagi masyarakat.

“Tidak semua manusia punya, tidak semua manusia kaya, terima kasih pada yang papa lewat mereka ada pahala” (lirik)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV