Dosen Fakultas Syariah Edukasi Masyarakat Soal UU ITE dan Penangkalan Hoax

FASYA- Perkembangan teknologi informasi dan media komunikasi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi mendatangkan nilai positif, tapi di sisi lain tak sedikit pula dampak negatifnya.

Di antara nilai positif perkembangan tersebut adalah meningkatnya jejaring sosial, mudahnya berbagai bentuk transaksi ekonomi, dan luasnya akses informasi dan pengetahuan masyarakat.

Negatifnya, perkembangan tersebut dimanfaatkan pula oleh sebagian kalangan sebagai wadah penyebaran berita bohong (hoax), menyulut isu sara dan permusuhan, hingga modus tindak pidana.

Parahnya, tidak semua masyarakat mampu menyaring dengan bijak limbah informasi yang berseliweran itu. Akibatnya tak sedikit yang terjebak pada informasi yang salah, bahkan berakhir di meja hijau dan berhadapan dengan hukum.

Kondisi ini mendorong  Evi Aryani, S.H., M.H., dan Dr. Layyin Mahfiana, S.H., M.H untuk mengedukasi masyarakat agar bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.

Pada Minggu, 23/6/2019 kemarin, keduanya melakukan kegiatan “Penyuluhan Hukum Tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Hoax”. Kegiatan ini ditujukan kepada sekitar 50 ibu-ibu PKK Dusun Klegen Malangjiwan Colomadu Karanganyar. Erwina Tri Susilowati dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dihadirkan sebagai pemateri.

Erwina Tri Susilowati sajikan materi

Setelah sambutan Pengurus PKK dan Kepala Dusun, Erwina selaku pemateri memulai paparannya. Pada kesempatan itu, Ia menceritakan beberapa kasus hoax yang kerap terjadi di masyarakat. Kasus-kasus tersebut, katanya, seringkali karena ketidaktahuan dan kesalahpahaman, akhirnya berujung penjara dalam waktu yang lama.

“Salah satu penyebab terjadinya hoax adalah karena ketidakpahaman terhadap informasi yang diterima dan diteruskan begitu saja kepada yang lain tanpa tabayyun atau kroscek terlebih dahulu kebenarannya,” tegasnya.

Ia juga menegaskan, salah satu sumber adanya hoax adalah dari sosial atau sumber yang tidak jelas. Menurutnya, masyarakat gampang percaya hoax salah satunya karena literasi (kemampuan menggunakan dan memanfaatkan informasi) yang rendah.

Akibatnya, katanya, hoax bisa menyerang siapapun. Mulai dari ustaz, pendidik, maupun masyarakat umum yang tidak disiplin melakukan verifikasi.

“Salah satu upaya mengatasi hoax, kita harus mengetahui dan menggiatkan budaya literasi, tabayyun dan bersikap skeptis terhadap informasi yang ada,” tambahnya.

Peserta antusias menyimak materi

Menurut Evi dan Layyin selaku penyelenggara, peserta tampak antusias mengikuti paparan pemateri. Kebanyakan peserta merasa mendapatkan pengetahuan baru.

“Peserta selama ini percaya begitu saja dengan sejumlah informasi dari media sosial. Setelah menyimak paparan pemateri, banyak informasi yang diyakini benar, ternyata keliru. Misalnya saja informasi kesehatan bahwa asam urat hanya bisa dicek lewat tangan yang digenggam. Ternyata informasi seperti itu tidak benar”, tutur Evi dan Layyin seusai kegiatan. (sh)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV