Fakultas Syariah Kunjungi Kejaksaan Negeri Sukoharjo: Koordinasi Pendirian Rumah Restorative Justice

FASYA-Selasa, (01/11/2022) delegasi Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta yang diwakili oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. dan didampingi Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kelembagaan Muhammad Latif Fauzi, S.H.I.,M.Si.,Ma.,Ph.D., Ketua Jurusan Hukum Islam H. Masrukhin, S.H., M.H., Dosen Fakultas Syariah Fery Dona, S.H., M.Hum., Evi Aryani, S.H., M.H. dan Suciyani, M.Sos. melakukan kunjungan ke Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Agenda kunjungan ini dalam rangka menindaklanjuti rencana pendirian Rumah Restorative Justice di Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Kedatangan rombongan Fakultas Syariah disambut oleh kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo Hadi Sulanto, SH., MH. dan jaksa lainnya.

Dalam kedatangannya kali ini delegasi Fakultas Syariah kali ini membahas mengenai kerjasama antara UIN Raden Mas Said Surakarta dengan pihak Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Sebelumnya Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. menyampaikan permohonan arahan dari kejaksaan negeri Sukoharjo terkait prosedur pendirian rumah restorative justice. Hal ini sesuai arahan Jampidum Kejaksaan Agung Dr. Fadil Zumhana, S.H.,M.H. yang menghendaki pendirian rumah restorative justice di UIN raden Mas Said Surakarta. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum atau Jampidum Dr. Fadil Zumhana, S.H.,M.H. mengatakan dengan adanya Rumah Restorative Justice di Lingkungan UIN maka akan menambah keanekaragaman penegakan hukum melalui restorative justice dikarenakan UIN menjadi rumah yang bercorak keagamaan (Islam) sehingga pendekatan Restorative Justice tidak hanya secara hukum positif saja tapi juga ada pendekatan keagamaan.

Dalam diskusi mengenai rumah restorative justice, Hadi Sulanto, SH., MH. menyampaikan bahwa ada program dari kejaksaan yaitu “Jaksa masuk kampus, pesantren, desa dan kecamatan” dan program ini sudah dijalankan dengan adanya sosialisasi dan pendampingan hukum kepada masyarakat yang berperkara. Pihak kejaksaan negeri Sukoharjo juga menyampaikan bahwa saat ini sudah banyak program Restorative Justice di desa-desa dan kecamatan se-kabupaten Sukoharjo. Manfaatnya luar biasa bagi penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya Restorative Justice, kasus pidana dengan sanksi dibawah 5 tahun tidak harus dipenjara tetapi dengan kesepakatan secara sukarela antara pelaku dan korban. Suatu tindak pidana tidak lagi dipandang dengan keadilan retributive akan tetapi diubah perspektifnya dengan keadilan preventif (non penal). Kebijakan Hukum Pidana Non Penal berorientasi pada pendekatan keagamaan, budaya/kultural, moral/edukatif, nilai budi pekerti, etika sosial. Upaya semacam ini dalam pandangan Islam dikenal dengan zawajir, yaitu pemberian hukuman dengan berorientasi pada efek jera dan menjadikan hukum pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).

Hadi Sulanto, SH., MH. menambahkan bahwa terdapat ketentuan restorative justice diantaranya adalah yang diatur dalam Pasal 12 huruf A dan B Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana. Tindak pidana yang diselesaikan yang bersifat ringan atau delik aduan baik bersifat absolut atau relatif. Ada keinginan dari pihak-pihak yang berperkara pelaku dan korban untuk berdamai. Akibat dari permasalahan itu tidak menimbulkan dampak yang luas atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Harus dilaksanakan kegiatan yang bersifat rekonsiliasi mempertemukan pihak yang berperkara dan melibatkan pranata sosial seperti tokoh-tokoh masyarakat setempat. Dalam menyelesaikan perkara perlu memperhatikan faktor niat, usia, kondisi sosial ekonomi, tingkat kerugian yang ditimbulkan, hubungan keluarga kekerabatan. Bukan perbuatan yang berulang atau residivis. Apabila perbuatan diawali dengan perjanjian atau perikatan, mengarah ke perdata. Pihak korban harus mencabut laporan atau pengaduan. Apabila terjadi ketakpuasan para pihak yang berperkara setelah dilakukan di luar mekanisme pengadilan, maka penyelesaian sesuai prosedur hukum yang berlaku. Apabila terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan maka harus dilaksanakan proses sesuai peraturan atau hukum yang berlaku.

Restorative justice yang pernah dilakukan Kejaksaan Negeri Sukoharjo diantaranya pada kasus pencurian telepon seluler (ponsel). Restorative justice merupakan prestasi hukum, sehingga pihak kejaksaan Negeri Sukoharjo gencar melakukan sosialisasi Restorative justice. Untuk saat ini Restorative justice sudah masuk ke desa-desa dengan adanya peraturan desa menunjukkan Restorative justice sudah dijalankan ditingkat masyarakat. Hadi Sulanto, SH., MH. Menambahkan bahkan di luar jawa (Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat) sudah ada peraturan daerah (perda) mengenai Restorative justice. Kejaksaan juga mengikutsertakan pemerintah daerah Sukoharjo dan kepolisian dalam menjalanan program restorative justice.

Lebih lanjut Hadi Sulanto, SH., MH. Menegaskan fungsi Restorative justice bukan hanya pada kasus pidana saja akan tetapi juga dapat digunakan sebagai bantuan hukum. Kejaksaan Negeri Sukoharjo menjalankan restorative justice melalui pendekatan kepada masyarakat, salah satunya dengan mengadakan sosialisasi restorative justice kepada kelompok Ibu-ibu PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dengan materi tentang KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan UUTPKS (Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan seksual). Penyuluhan penanganan hukum kepada masyarakat dilakukan secara berkala oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Selain dari pada itu, Hadi Sulanto, SH., MH. menambahkan bahwa pihak kejaksaan juga memberikan fasilitas pendampingan terhadap dana desa. Tujuan dari pendampingan ini sebagai upaya meminimalisir tindak kejahatan seperti penggelapan.

Hadi Sulanto, SH., MH. juga menyampaikan dukungannya akan niat UIN Raden Mas Said mendirikan Rumah restorative justice. Prosedur pendirian rumah restorative justice di lingkungan kampus nantinya akan mengikuti rumah restorative justice di Universitas Airlangga dan Universitas Wiraraja. Sebagai bahan pertimbangan Hadi Sulanto, SH., MH. menyampaikan bahwa diperlukan tempat yang strategis yang mudah dijangkau dan dilihat khalayak ramai. Disamping itu penamaan rumah restorative justice menjadi sangat penting, seperti halnya Universitas Airlangga yang memiliki nama rumah restorative justice dengan sebutan “Omah Rembug Adhyaksa”. Menanggapi hal ini Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. beserta dosen-dosen yang lain akan menentukan nama dan lokasi rumah restorative justice di UIN Raden Mas Said Surakarta.

Fungsi rumah restorative justice di lingkungan kampus menjadi alternatif penyelesaian kasus kejahatan seperti Kekerasan seksual, pencurian dan kejahatan yang lainnya. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan koordinasi dengan penegak hukum (Polisi dan Jaksa) sehingga permasalahan hukum yang melibatkan civitas akademika di kampus dapat diselesaikan melalui rumah restorative justice. Alternatif ini akan mempermudah penyelesaian masalah hukum dan berorientasi kepada bentuk preventif (pencegahan) tindak kejahatan. Upaya non-penal ini sejalan dengan adanya Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LKBHI) Fakultas Syariah, SK Rektor IAIN Surakarta nomor 1002 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Unit Layanan Terpadu (ULT) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UIN Raden Mas Said Surakarta.

Di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya sudah mendirikan rumah kajian hukum yang memberikan kontribusi terhadap penegakan hukum di kejaksaan, terutamanya berkaitan dengan restorative justice. Hadi Sulanto, SH., MH. menjelaskan kedepannya rumah restorative justice UIN Raden Mas Said dapat saling memberikan kontribusi dengan Kejaksaan, terutamanya kejaksaan Negeri Sukoharjo. Sinergi penerapan restorative justice sangat dibutuhkan supaya dapat berjalan maksimal dan sesuai hukum. Salah satu kontribusi nyata dari sinergi kejaksaan dan kampus adalah pembekalan hukum bagi mahasiswa peserta KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang diisi oleh jaksa. Jaksa ikut berpartisipasi dalam kegiatan seminar tingkat nasional ataupun internasional, seputar pendampingan dan penyelesaian kasus hukum. Kontribusi nyata lainnya yang merupakan komitmen kejaksaan adalah pemberian secara gratis sertifikat hak atas tanah kepada Suku Bajo di Sulawesi Tenggara yang tinggal di atas air atau di laut. Sertifikat ini diberikan dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun dan dapat diperpanjang. Kegiatan tersebut merupakan hasil kerjasama pemerintah, Badan Pertanahan Nasional dan Kejaksaan.

Dalam pertemuan berharga ini Hadi Sulanto, SH., MH. memberikan contoh draft Memorandum of Understanding (MoU) yang nantinya menjadi jembatan kerjasama antara Kejaksaan Negeri Sukoharjo dengan Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Hadi Sulanto, SH., MH. Menegaskan bahwa kejaksaan Negeri Sukoharjo sangat terbuka jika ada kegiatan kampus yang harus melibatkan pihak kejaksaan, seperti kegiatan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Pesan dari Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. selaku Jaksa Agung Republik Indonesia, bahwa jaksa harus ada di tengah-tengah masyarakat dalam arti mengayomi dan mendampingi.

Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. mewakili delegasi Fakultas Syariah memohon arahan Hadi Sulanto, SH., MH. Dalam proses pendirian Rumah restorative Justice di UIN Raden Mas Said Surakarta dan meminta agar alumni Fakultas Syariah dapat berkontribusi menjadi Jaksa. Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A. menegaskan bahwa sampai saat ini alumni Fakultas Syariah masih sulit untuk mengikuti proses seleksi Jaksa dikarenakan belum adanya formasi Jaksa dengan kualifikasi Sarjana Hukum dari lulusan Fakultas Syariah. Sebagai tindak lanjut pendirian Rumah restorative Justice, Kejaksaan Negeri Sukoharjo akan lapor terlebih dahulu ke Kejaksaan Tinggi Jawa tengah. Hadi Sulanto, SH., MH. menyarankan agar Fakultas Syariah mempersiapkan Draft Memorandum of Understanding (MoU) dan tempat yang strategis bagi Rumah Restorative Justice, misalnya dengan menempatkan di Lantai satu atau di dekat Masjid Kampus.

Sebagai contoh perluasan fungsi jaksa diantaranya Jaksa dapat melakukan pembatalan hak anak dan keluarga ketika terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak. Pembatalan ini juga dapat diterapkan dalam kasus pernikahan yang tidak sah, misalnya tidak adanya wali atau saksi dalam prosesi pernikahan tersebut. Fungsi jaksa harus dikembangkan supaya persepsi masyarakat akan kinerja Jaksa tidak hanya sebatas pada Jaksa menjadi penuntut umum dalam persidangan, akan tetapi Jaksa yang mampu hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai fasilitator penyelesaian masalah hukum.

Hadi Sulanto, SH., MH. menyampaikan dihadapan delegasi Fakultas Syariah bahwa kejaksaan Negeri Sukoharjo mempersilahkan kepada mahasiswa UIN Raden Mas Said yang ingin melakukan Praktik pengalaman Lapangan (PPL) di Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Beliau menjelaskan bahwa dalam proses PPL mahasiswa akan diajari untuk menganalisa kasus hukum supaya tercipta mahasiswa yang memiliki keterampilan hukum. Salah satu keterampilan hukum adalah penanganan tindak pidana di lingkungan UIN Raden Mas Said Surkarta melalui penyelesaian kasus menggunakan restorative justice. Kasus pidana yang sudah sampai ke kepolisian maka akan dilakukan restorative justice di Kantor Kepolisian. Upaya preventif (Non-Penal) Kampus dalam menangani kasus pencurian helm misalnya, menjadi penyelesaian solutif tingkat pertama. Beliau menegaskan bahwa jika terjadi perdamaian antara pelaku dan korban maka pihak rumah restorative justice hanya membuat berita acara saja.

Tujuan restorative justice menyelesaikan masalah intern dan jika memungkinkan dilakukan tanpa melibatkan polisi dan jaksa. restorative justice merupakan penyeimbang asas Penal dan non penal dalam pemidanaan. Rumah restorative justice sebagai wadah keadilan berfungsi sebagai penerangan hukum bagi masyarakat. Restorative justice dapat dilakukan jika korban bersedia. Lembaga penegak hukum yang berprestasi adalah yang melakukan restorative justice terbanyak. Diakhir diskusi, Hadi Sulanto, SH., MH. Menerangkan bahwa rumah restorative justice harus hadir di tengah-tengah masalah hukum yang melanda masyarakat. Rumah restorative justice di masyarakat sendiri hanya sebagai program restorative justice. Diharapkan nantinya rumah restorative justice UIN Raden Mas Said Surakarta memiliki keunikan seperti melakukan penelitian berkenaan dengan restorative justice dan training Mediator. Dalam pendirian rumah restorative justice juga dibutuhkan dokumentasi proses pendirian, seperti video Audiensi antara Fakultas UIN Raden Mas Said Surakarta dengan Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Selanjutnya, Hadi Sulanto, SH., MH. menyampaikan bahwa kejaksaan Negeri Sukoharjo akan berkunjung ke UIN Raden Mas Said Surakarta untuk meninjau rencana lokasi rumah restorative justice. (Fery Dona/Ed.afz/SINPUH)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV