FGD Edukasi Seksual-Dispensi Nikah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Angkatan 2020

FASYA-Kamis, (09/03/2023) Himpunan Mashasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam (HMPS HKI) kebinet Naladhipa periode 2023 telah menyelenggarakan Focus Group Discussion ( FGD ) dengan tema “Edukasi Seksual-Dispensasi Nikah” yang bertempat di Aula Laboratorium Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Kegiatan kali ini dihadiri oleh koordinator prodi Hukum Keluarga Islam, Pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam periode 2023, Instruktur kegiatan, dan delegasi perkelas angkatan 2020.

Kegiatan FGD diselenggarakan bertujuan untuk membantu memahami edukasi seksual tentang dispensasi nikah, peserta dapat mengimplementasikan pemahaman mengenai edukasi seksual dispensasi nikah dan juga peserta bisa mengembangkan pemikirannya dalam menanggulangi atau mencari solusi tentang maraknya dispensasi nikah yang terjadi saat ini.

Kegiatan ini dilaksanakan selama satu hari yaitu dimulai pukul 09.00 WIB selesai pada pukul 12.00 WIB di hari Kamis. Acara ini dipandu oleh MC saudari Rona, kemudian dimulai dengan sambutan dari Ketua panitia FGD yaitu Hana Sajidah dengan menyampaikan bahwa kegiatan FGD kali ini bertujuan untuk menambah wawasan pada tema kita hari ini yaitu tentang edukasi seksual dispensasi nikah kepada peserta FGD. Kemudian acara dilanjut dengan sambutan dari koordinator program studi Hukum Keluarga Islam yakni Diana Zuhroh, S.Ag., M.Ag. “Perubahan usia minimum nikah ini masih banyak kontroversi, maka dari itu banyak kasus dispensasi nikah, untuk tema kali ini sesuai dan cocok dijadikan bahan diskusi yang seru dan juga nanti akan disampikan materi oleh instruktur FDG tentang edukasi seksual untuk remaja,” ungkap Diana.

Setelah itu, instruktur FGD yaitu saudara Muhammad Sangidun,S.H. (mahasiswa pascasajana UIN Raden Mas Said Surakarta) memberikan materi-materi tentang edukasi seksual perubahan batas minimal menikah, dan juga tentang maraknya kasus dispensasi kawin yang terjadi di wilayah Indonesia. Kemudian, instruktur mengarahkan peserta FGD untuk membuat kelompok yang menjadi 5 tim yaitu tim A, tim B, tim C, tim D, dan tim E ditambah tim dari HMPS. Setelah membentuk kelompok peserta mendiskusikan materi-materi yang disampikan oleh instruktur untuk mencari solusi atau jalan keluar menanggulangi dan mencegah maraknya dispensasi nikah yang nantinya argumen hasil diskusi dipresentasikan di depan semua peserta.

Tim HMPS, berargumentasi tentang solusi maraknya dispensasi kawin bahwa “ketika ada pengajuan dispensasi nikah maka diberi ancaman pidana rehabilitas dengan diberi edukasi sekolah pra nikah. Dan juga bagian kelurahan memberi perhatian mengenai masalah pernikahan dengan cara program sekolah pra nikah dari umur 16-19 tahun.” Tim A berargumentasi solusi dispensasi dengan cara sosialisasi edukasi seksual kepada remaja dengan pengetahuan agama, perenting, dan membentengi diri dengan ilmu agama.

Tim B berargumentasi pencegahan dapat dilakukan dengan cara parenting memberikan pengenalan pendidikan seksual sejak dini, mengedepankan edukasi dari pemerintah dan pendidikan, serta memberikan ancaman bahwa anak zina mendapat kesulitan dalam mengurus layanan dan ayah tidak bisa memberikan hak perdata. Tim C memberikan solusi yaitu pentingnya memberi edukasi bahayanya melangsungkan pernikahan di bawah umur, dan juga merevisi undang-undang yang terkait untuk diberi konsekuensi dipersulit atau penanguhan pencatatan pernikahan.

Tim D memberikan argumen bahwa tidak ada solusi untuk mencegah maraknya dispensasi kawin yang terjadi saat ini, sedangkan tim E berargumentasi solusi yang bisa digunakan yaitu memberikan edukasi seksual di sekolah, dari orang tua, dan juga lingkungan karena lingkungan sangat mempengaruhi seseorang dalam perilakunya.

Setelah diskusi dan presentasi tentang solusi dispensasi kawin instruktur menyampaikan kesimpulan bahwa: pertama, suatu hukum dalam masyarakat itu bisa berlaku jika adanya tidak adanya tidak keteraturan, dalam perkawian juga termasuk karena adanya ketentuan dan persyaratan dalam melaksanakan perkawinan. Kedua, yaitu budaya masyarakat, kebanyakan masyarakat memandang fisik dibandingkan melihat umurnya dalam perkawinan, ketiga, yaitu adanya sanksi yang bersifat kuratif atau prefentif dan juga melakukan sosialisasi terkait edukasi seksual, tetapi harus kita ketahui terlebih dahulu bahwa perubahan akan terjadi tidak hanya faktor eksternal saja namun faktor internal juga sangat mempengaruhi dalam kasus dispensasi kawin.”

Di akhir kegiatan, pengurus HMPS HKI Kabinet Naladhipa periode 2023 melakukan sesi penyerahan sertifikat kepada instruktur FGD, moderator dan dilanjutkan penyerahan kepada delegasi per kelas mahasiswa HKI angkatan 2020. (Afrizal Fadhila Ilyas/Departemen Keilmuan/Ed.afz/SINPUH)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV