Ilusi Media Sosial “Dampak Gawai bagi Anak-anak dan Remaja Milenial”

Oleh: Rahayu Wulandari

(Santri PESMA Munawir Sjadzali Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Mahasiswi Hukum Keluarga Islam)

Kemajuan teknologi di zaman modern ini sangat signifikan. Teknologi gawai (gadget) memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan manusia di era digital. Bermula dari alat komunikasi berubah menjadi penyedia layanan informasi dan hiburan.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat dan makin canggih ini membuat keberadaan teknologi makin terasa keberadaannya. Tidak salah lagi jika gawai dapat disebut belahan hati generasi mileneal. Coba kita bayangkan, setengah hati kita adalah gawai.

Dengan perkembangan teknologi yang makin modern, banyak sekali penyalahgunaan terhadap teknologi. Gawai sekarang tidak hanya menjadi dominasi orang dewasa dan remaja, tetapi juga anak-anak. Anak-anak kecil pun sekarang sudah mengetahui tentang gawai sebagai hiburan (games).

Kurangnya kesadaran orang tua terhadap dampak penggunaan media sosial telah terjadi pada anak usia dini. Hal ini sangat memprihatinkan. Pengaruh dari gawai sangat berdampak besar pada psikologi anak usia dini. Anak kecil yang seharusnya bermain dengan teman sebayanya, kini jarang kita temui.

Mereka terlalu dimudahkan oleh orang tua dengan diberikan gawai sebagai alat penenang. Para orang tua tak ingin repot dengan tangisan anak sehingga anak mulai kecanduan dengan gawai dan melupakan masa kecilnya.

Hal ini menandakan peran orang tua yang mengajarkan anak hanya bermodal gawai untuk mengenal lingkungan, mengaji, salat, dan media sosial. Disadari atau tidak, kebiasaan orang tua yang memberikan gawai kepada anak usia dini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.

Seharusnya berpikir kritis, kreatif, dan inovatif akan cenderung mengandalkan teknologi. Dampak tersebut akan membuat anak menjadi pasif. Hal itu akan membuat otak menjadi lemah karena di balik kemudahan yang diberikan gawai tampaknya berisiko melemahkan daya konsentrasi.

Karakter yang semestinya mampu membuat pengguna melalui sejumlah hal dalam waktu bersamaan (multitasking) cenderung membuat seseorang kesulitan menyerap informasi lantaran fokusnya mudah beralih dari satu hal ke hal lain.

Ketertarikan terhadap gawai akan membuat mereka semakin agresif, malas, dan pikirannya selalu ingin mengikuti media sosial. Gawai adalah telpon seluler pintar yang begitu mudah membuat pemilik merasa kecanduan.

Kecanduan anak membuat mereka lupa dan malas terhadap tugas dan kewajiban, baik di rumah maupun di sekolah. Anak yang seharusnya belajar untuk mengenal lingkungan, agama dan pengetahuan terfokuskan dengan gawai.

Banyak yang tidak setuju dengan sikap orang tua yang memberikan gawai kepada anak di usia dini. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit orang tua yang memanjakan anaknya dengan dibelikan gawai.

Sudah tidak heran sekarang anak kecil mengunakan gawai yang lagaknya seperti orang dewasa. Sekarang apa-apa serba gawai. Dari komunikasi sampai kebutuhan hidup lewat gawai. Bahkan, Al-Qur’an malah jarang dibuka.

Kecenderungan anak yang sering mengunakan gawai akan membuat psikis dan mentalnya bisa terganggu. Karena lewat gawai emosi anak-anak juga bisa terganggu seperti berlebihan main game online. Banyak yang kecanduan hingga kadang melakukan hal-hal di luar kendali.

Mengingat masa lalu adik teman saya semasa SMA, pernah ada kejadian yang sangat membuat saya miris dan kasihan. Adik teman saya yang suka main game sampai larut malam menderita sakit saraf dan dilarikan ke rumah sakit sampai koma hingga meninggal dunia.

Tidak cukup itu, kasus serupa juga dialami oleh Wawan yang sempat viral di media sosial. Dikabarkan bahwa Wawan menderita gangguan jiwa akibat kecanduan game online yang membuat jari-jemarinya tak henti bergerak.

Bukan hanya satu, melainkan ratusan anak dirawat di rumah sakit jiwa Jawa Barat akibat kecanduan gawai. Kekurangan pengawasan dari orang tua dan membiarkan anak bermain dengan sesukanya sangat disayangkan. Apalagi anak usia dini sudah memiliki sifat individualistik.

Menyinggung sedikit dari usia dini ke remaja, sudah tidak diragukan bahwa remaja tidak asing lagi dengan gawai. Jiwa-jiwa mileneal sudah melekat di kehidupan mereka. Terkadang jika sudah pegang gawai, teman di dekatnya terasa jauh dan teman yang jauh terasa dekat.

Mirisnya lagi, makan saja sampai tidak sadar kalau ia makan tisu yang ada dipiringnya. Bangun tidur pegang gawai, mau makan pegang gawai, mau mandi pegang gawai. Mafhum, itu karena tergila-gilanyanya mereka pada gawai.

Salat ditinggalkan, ditunda-tunda sampai tengah malam, tugas diabaikan, semua terasa tidak penting, kecuali gawai. Baru pegang buku sebentar whatsapp masuk, buku langsung ditinggalkan sampai tidak terasa sudah pukul 12 malam dan akhirnya tidur dan tidak jadi baca buku.

Kita sudah bukan lagi anak remaja kecil. Hidup kita tidak hanya untuk mengomentari di dunia media sosial. Kita menuntut ilmu, meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke kampus, dan meninggalkan kota kelahiran dan orang tua. Semua itu perlu pengorbanan yang begitu besar.

Jangan sia-siakan hanya untuk wifi-an di kampus! Sampai kelas pegang gawai, dosen datang pegang gawai, sampai presentasi materi yang dipegang juga gawai.

Terkadang saya heran apa yang mereka fokuskan sampai tujuan mereka terlupakan dari tujuan awal yang membara untuk mencari ilmu demi masa depan untuk membahagiakan orang tua.

Fenomena sosial ini telah membuktikan bahwa gawai hanyalah ilusi dari media sosial yang terkesan menyenangkan, tetapi melupakan waktu dan kesempatan untuk belajar. (Rahayu Wulandari/Ed.M.Y)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV