Menyoal Hubungan Seksual Non-Marital Versi Syahrur

FASYA-Rabu 19/6/2019 Fakultas Syariah IAIN Surakarta kembali mengadakan kegiatan diskusi dosen bulanan. Pada edisi keempat ini, bertindak sebagai pembicara adalah Dr. Abdul Aziz, M.Ag. Pak Aziz, demikian beliau biasa disapa, menyajikan sebagian hasil riset disertasinya. Diskusi kali ini membahas tentang “Hubungan Seksual Non-Marital dalam Perspektif Ulama Kontemporer”.

Titik pijak penelitian ini dapat diringkas dalam statemen berikut ini, “Apa hanya karena seks di luar pernikahan seseorang layak disiksa hingga mati?” Atau, “Bukankah seks itu menyenangkan? Mengapa harus diperkarakan, jika itu terjadi atas dasar suka sama suka?”

Bagi sebagian, hal ini tampak bisa dibenarkan untuk menjadi titik pijak penelitian. Titik pijak ini berikut disertasi yang lahir kemudian, hemat kami, ingin ‘menjembatani’ apa yang menjadi dilema dalam relasi seks antara laki-laki dan perempuan. Milk al-Yamin, terminologi pada QS 23:6, menjadi pembahasan utama penelitian ini.

Di sisi lain, sebagian menolak titik pijak dimaksud karena alasan terlalu dominannya unsur patriarkat dalam penelitian ini, dengan dibahasnya terminologi milk al-yamiin, lebih-lebih analisisnya, di mana terminologi milk al-yamiin ditafsirkan ‘sedemikian rupa’ sehingga makin menguntungkan laki-laki dalam relasi seks dengan perempuan.

Milk al-yamiin, menurut pak Aziz, berada di antara posisi pasangan (zawj) dan budak (raqabah). Posisinya jelas ambigu. Untuk diterjemahkan ‘budak’ tidak pas, begitu pula kurang tepat saat diterjemahkan ‘pasangan’ karena mengandung unsur kepemilikan padanya.

Dalam uraiannya, pak Aziz merujuk Syahrur sebagai role model dalam penafsirannya. Beliau menyatakan bahwa milk al-yamiin ‘dapat disetarakan’ dengan nikah kontrak. Basis pembolehannya, selain istilah itu ada dan dinyatakan eksplisit di Alquran, adalah adanya kesepakatan di antara kedua pelakunya. (Selengkapnya, rujuk file presentasi berikut ini: Hubungan Seksual Non Marital)

Seperti terlihat dari judulnya yang kontroversial, suasana diskusi dosen kali ini lebih riuh dari biasanya, karena banyaknya masukan dan terutama sanggahan dari para hadirin, wa bil khushush para dosen yang feminis dan aktivis.

Mereka mempertanyakan metodologi yang digunakan pak Aziz, juga sosok pemikir yang dirujuknya (Muhammad Syahrur, insinyur berkebangsaan Suriah), serta hilangnya aspek aksiologis dari tafsiran atas terminologi milk al-yamiin pada disertasinya itu. (afd)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV