Sisi Lain RKUHP di Mata Pengkaji Hukum

FASYA-Kamis 10/10/2019 Fakultas Syariah IAIN Surakarta kembali mengadakan kegiatan diskusi dosen bulanan. Pada edisi ketujuh ini, bertindak sebagai pembicara adalah Evi Ariyani, S.H., M.H., dengan diskusi berjudul “Memahami Ide Dasar Tujuan Pemidanaan dalam RKUHP”.

Kita semua sepakat bahwa bulan September 2019 lalu merupakan saat paling krusial dunia hukum di Indonesia. Beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) akan disahkan hampir bersamaan dan terjadi tepat di akhir masa jabatan anggota DPR-RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia).

Evi Ariyani, S.H., M.H., sedang menyampaikan materi

Ada kesan bahwa DPR-RI periode 2014-2019 tidak cukup cakap mengatur waktu pengesahan RUU sehingga selain membingungkan rakyat, muncul juga kesan mereka ingin membuat gaduh (untuk tidak mengatakan mencari kesempatan dalam kesempitan waktu; misalnya, dengan mengesahkan RUU yang menguntungkan para politisi).

Terlepas dari kegaduhan yang ada, Evi Ariyani fokus mengkaji apa yang terjadi di balik proses disahkannya RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), terutama tujuan di balik pemidanaan. Menurut Evi, ide dasar KUHP warisan Belanda mengandung unsur ‘balas dendam’ di balik pemidanaannya. KUHP terlalu kaku dan serba berorientasi fisik.

Salah seorang peserta menyampaikan pertanyaan

Sebaliknya, RKUHP yang akan disahkan pada 2019 ini (direncanakan revisinya sejak 1963) dianggap lebih humanis dan menjadi simbol kemandirian hukum Indonesia. Sebut saja opsi ‘pidana kerja sosial’ yang menurut Evi menggambarkan sisi humanis dimaksud.

Bukankah tidak semua pidana merugikan orang lain? Tindak pidana ringan (tipiring) yang merugikan diri sendiri, perlukah dipidana penjara? Pidana kerja sosial barangkali jawaban yang selama ini ditunggu.

Menurut Evi, selain mengadopsi hukum-hukum adat, RKUHP merupakan revisi total dan fundamental dari KUHP warisan Belanda. Ada nilai-nilai keindonesiaan dan lokalitas yang diadopsi RKUHP sehingga dirasa perlu untuk disahkan. Evi tegas menyatakan bahwa pengesahan RKUHP merupakan kebutuhan, dengan mempertimbangkan banyak hal.

Salah satu pertimbangan utamanya adalah bahwa gagasan RKUHP mengacu pada 3 hal penting: (1) ide dasar Pancasila, (2) sesuai dengan tujuan peradilan dan keadilan, dan (3) dalam rangka keseimbangan tujuan pembangunan nasional. Evi yakin bahwa RKUHP adalah masa depan hukum Indonesia.

Foto bersama narasumber diakhir acara

Bahwa ada poin dan pasal RKUHP yang kurang pas, Evi mengakui perlunya revisi, mengingat ‘KUHP negeri Belanda’ saja (di negara asalnya) sudah puluhan kali mengalami revisi. Jadi, mengapa kita masih ragu menyambut revisi dan rancangan baru KUHP khas Indonesia? Sebagai insan hukum, Evi meyakini bahwa gaduh yang terjadi di tengah masyarakat beberapa waktu adalah karena tafsiran sosial atas hukum yang telah terdistorsi. (afd)

 

Rekaman suara diskusi bisa diunduh di sini.

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV