Kaji Teks Al-Mawahib, Dosen Fakultas Syariah Raih Doktor Filologi di UI
Ismail Yahya, Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, berhasil meraih gelar Doktor bidang Filologi pada Program Studi Ilmu Susatra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Hal itu diraih setelah ia pada Senin, 2 Juni 2014 lalu, mempertahankan disertasinya berjudul al-Mawahib al-Mustarsalah ‘ala at-Tuhfah al-Mursalah: Suntingan Teks, Terjemah dan Telaah Syarah Wahdat al-Wujud.
Berdasarkan penelusuran silsilah (sanad) kitab, petunjuk pada halaman sampul teks, kolofon, dan isyarat yang ada dalam teks (allusion), disertasi ini menegaskan bahwa Ibrahim al-‘Asyi, ulama abad-17 asal Syam atau Suriah yang pernah belajar di Al-Azhar dan menetap di Aceh, adalah pengarang teks al-Mawahib. Temuan ini mempertegas daftar keberadaan ulama sufi Nusantara abad-17 lainnya selain empat nama yang sudah populer semisal Hamzah al-Fansuri, Syams ad-Din as-Sumatra’i, Nur ad-Din ar-Raniri, dan ‘Abd ar-Ra’uf Singkel.
Teks al-Mawahib yang menjadi fokus disertasi ini berisi tentang konsep-konsep tasawuf. Ia merupakan komentar (syarh) atas teks at-Tuhfah al-Mursalah ila Ruh an-Nabi karya al-Burhanfuri. Meski dimaksudkan sebagai komentar atas at-Tuhfah yang membahas konsep tasawuf falsafi, khususnya tentang wahdat al-wujud, namun teks al-Mawahib ini juga menambahkan kajian tentang tasawuf sunni semisal maqamat as-suluk. Karenanya, disertasi ini juga menegaskan bahwa teks al-Mawahib tampaknya berupaya menghapus dikotomi antara tasawuf falsafi dan tasawuf sunni.
Temuan ini sekaligus mengkritisi kebiasaan pandangan sarjana Barat yang semata mengidentikkan penyebaran Islam di Nusantara pada arus tasawuf falsafi (Ibn ‘Arabi). Selain itu, temuan ini juga semakin mempertegas pandangan sarjana pada umumnya bahwa tasawuf merupakan salah satu ajaran Islam yang populer pada sejarah awal Islam di Indonesia dan sekaligus menegaskan peran penting sufi dalam penyebaran Islam di Nusantara. Tidak kalah pentingya, disertasi ini juga mengukuhkan pandangan bahwa Islam Nusantara bukanlah pinggiran (peripheral), namun berperan penting (central) dalam mengembangkan kajian Islam di Dunia. (Dik).