Workshop Moderasi Beragama Tendik Fakultas Syariah: Menuju Layanan Pendidikan yang Profesional Berperspektif Moderasi Beragama

FASYA-Amanah Presiden melalui Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama PMA Nomor 18 Tahun 2022 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024 menjadi salah satu dasar Fakultas Syariah mengadakan Workshop Moderasi Beragama Bagi Tenaga Kependidikan (Tendik) dengan Tema “Menuju Layanan Pendidikan yang Profesional Berperspektif Moderasi Beragama.” Acara ini diselenggarakan pada Selasa – Rabu (24-25/05/2022) di Hotel Grand Bintang Tawangmangu, Karanganyar. Zeni Lutfiyah, M.Ag. (Dosen Agama di UNS) dan Hendro Prayitno, S.H., M.M. (KESBANGPOL Karanganyar) didapuk sebagai narasumber.

Zeni Lutfiyah, M.Ag. sebagai pemateri pertama menyampaikan secara rinci konsep dasar moderasi beragama. “Moderasi beragama adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrim, dan tidak pula radikal. Dalam agama manapun, termasuk Islam, sikap moderasi diperlukan untuk menjalin kerukunan antar umat. Sikap moderasi bisa mencegah seseorang dari tindakan intoleran dan mau benar sendiri,” tutur Zeni menegaskan mengenai moderasi beragama.

Ada tiga alasan menurut Zeni, tentang pentingnya moderasi beragama. Pertama, alasan historis. Karakter Islam Indonesia yang moderat dan Indonesia telah lama mempraktikkan moderasi beragama. Bahkan Indonesia bisa menjadi contoh praktik moderasi beragama bagi seluruh dunia. Kedua, alasan sosiologis. Keragaman budaya Indonesia juga menjadi pertimbangan dalam menjalankan agama oleh pemeluknya. Di saat masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia, membutuhkan kembali agama, maka perspektif beragama yang moderat sebagai tawarannya. Hal ini ada kaitannya dengan sikap dan perilaku yang ekstrim dalam beragama. Pentingnya moderasi beragama juga karena terjadinya konflik di berbagai kawasan yang mengatasnamakan agama.
Ketiga, alasan yuridis. Hal ini tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang Kebebasan Beragama. Secara lebih spesifik, moderasi beragama juga menjadi salah satu isu strategis bangsa yang tercantum di dalam Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 – 2024 yang menjadi landasan dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional. Penguatan “Moderasi Beragama” dengan sendirinya menjadi bagian dari agenda besar bangsa, bukan hanya agenda Kementerian Agama.

Zeni juga menuturkan, ada 4 indikator moderasi beragama, yaitu: komitmen kebangsaan, tolerasi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Sementara itu, ada 9 nilai dasar moderasi beragama, yaitu: tengah-tengah (tawassuth), tegak-lurus (i’tidal), toleransi (tasamuh), musyawarah (syura), reformasi (ishlah), kepeloporan (qudwah), kewargaan/cinta tanah air (muwathanah), anti kekerasan (al-la ’unf), dan ramah budaya (i’tibar al-‘urf).

Sementara Hendro Prayitno, S.H., M.M., narasumber kedua dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kabupaten Karanganyar menyampaikan bagaimana penerapan serta kebijakan pemerintah dalam rangka moderasi beragama di kabupaten Karanganyar. Hendro menuturkan, “Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib. Arah kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan internal dan antar umat beragama, karena kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan bangsa dan negara.”

Hendro juga menyampaikan mengenai tantangan kedepan, di antaranya yaitu Globalisasi (borderless world: dunia tanpa batas, borderless society: masyarakat tanpa batas), perubahan sosial yang sangat cepat (semakin melemahnya moralitas, kekeluargaan, kekerabatan, solidaritas sosial dan primordialitas, sebaliknya semakin menguat individualisme, konsumerisme dan kapitalisme) dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (semakin mudahnya mengakses informasi dan melakukan komunikasi melalui interaksi dalam dunia maya).

Hendro menuturkan, bagaimana problematika yang dihadapi di Kabupaten Karanganyar, seperti pluralitas masyarakat yang sesungguhnya bukan sumber konflik, sebab setiap agama mengajarkan kedamaian, keharmonisan dan keselarasan, kemudian konflik yang kadang terjadi, seperti konflik antar umat beragama, konflik internal umat beragama dan konflik diluar keagamaan.

Hendro juga mengajak salah satu ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kecamatan Ngargoyoso, Sukirno. Sukirno banyak menceritakan bagaimana sikap moderat yang ditunjukkan oleh masyarakat Ngargoyoso yang begitu toleran satu dengan yang lain. Ada 3 tempat ibadah 3 agama berbeda yang berdiri berdampingan dan saling bersikap toleran dengan saling membantu ketika salah satu dari mereka beribadah. Potret tersebut menurut Sukirno yang menjadi alasan desa tersebut diberi predikat desa terbaik dalam hal toleransi beragama.

Serangkaian acara tersebut dimulai dari jam 13.00, diawali dengan sambutan Dekan Fakultas Syariah Dr. Ismail Yahya, M.A. Ismail Yahya berharap kegiatan ini yaitu adanya suatu buku pedoman layanan berbasis moderasi beragama. Acara yang diikuti oleh 20 tenaga kependidikan fakultas syariah serta dari perwakilan pemerintahan Desa Pucangan Kartasura ini kemudian secara resmi dibuka oleh Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta. Rangkaian acara workshop moderasi beragama ini kemudian di tutup dengan penyusunan pedoman layanan berbasis moderasi beragama yang dipimpin oleh Wakil Dekan II, Dr. Sidik, M.Ag. (afz/ed.hh/SINPUH).

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV