FASYA-Kamis, (24/08/2023) LSO Sharia Law Community (SLC) khususnya Departemen Sidang Semu telah melaksanakan kegiatan kunjungan ke Kejaksaan Negeri Sukoharjo yang beralamat di Jl. Jaksa Agung Raya Suprapto No.01, Gabusan, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Acara kunjungan dilakukan mulai pukul 09.00 WIB hingga 13.00 WIB yang dihadiri oleh para anggota dan pengurus Sharia Law Community. Kegiatan ini bertujuan sebagai pembelajaran pengurus dan anggota terkait penanganan suatu perkara dalam pidana umum di Kejaksaan Negeri Sukoharjo.
Kejaksaan Negeri Sukoharjo adalah sebuah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang pelaporanan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, yang memiliki wilayah hukum di wilayah Sukoharjo.
Dalam acara tersebut, Pak Tarni Purnomo selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum menjelaskan secara detail mengenai tahapan-tahapan penanganan suatu perkara dalam pidana umum. Kemudian, dilanjut oleh Bu Mira selaku Kepala Sub Seksi Penuntutan dan Eksekusi menunjukkan contoh surat dakwaan yang akan diteliti lebih lanjut.
Acara selanjutnya adalah sharing session, dimana para anggota dan pengurus SLC dipersilakan untuk bertanya mengenai hal-hal yang dirasa kurang jelas ketika penyampaian materi. Salah satu pertanyaan yang menarik perhatian adalah mengenai restorative justice. Pertanyaan tersebut langsung ditanggapi oleh Pak Tarni Purnomo, bahwa menurutnya, “keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan tekanan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”
Syarat-syarat penerapan keadilan restoratif ketika dalam tahap penuntutan dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejari 15/2020 yang berbunyi: “Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penghentiannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal memenuhi syarat sebagai berikut; Pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Ketiga, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,00.”
Pertanyaan lainnya mengenai bagaimana bila terdakwa didakwa dengan dua tindak pidana, apakah hukumannya itu digabung atau tidak. Beliau menjawab pengadilan dapat memutuskan untuk menggabungkan atau memisahkan tuntutan tersebut. Hukumnya dapat digabungkan jika pengadilan memutuskan bahwa tindak pidana tersebut memiliki hubungan atau kaitan yang erat.
Namun, terkadang pengadilan juga dapat memutuskan untuk membatalkan tuntutan tersebut dan memberikan hukuman terpisah untuk setiap tindak pidana. Keputusan untuk menggabungkan atau memisahkan tuntutan tergantung pada berbagai faktor, seperti fakta-fakta yang ada dalam suatu perkara, hubungan antara tindak pidana, dan pertimbangan hukum. Setiap kasus dapat memiliki skenario yang berbeda, dan akhirnya ada keputusan pada pengadilan yang menilai kasus tersebut.
Setelah sharing session berakhir, anggota dan pengurus SLC kemudian diajak untuk berkeliling melihat setiap ruangan yang ada di Kejaksaan Negeri Sukoharjo dan dijelaskan pula fungsi tiap ruangan tersebut oleh Pak Arif Yuli Haryanto selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan.
Output dari kunjungan yang dilakukan kali ini adalah diharapkan para anggota dan pengurus khususnya Departemen Sidang Semu bisa mendapat ilmu baru tentang penanganan perkara pidana umum. Memasuki penghujung acara, salah satu pengurus memberi kenang-kenangan yang diterima oleh Pak Tarni Purnomo selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Sukoharjo. (SINPUH/Nova Putri Setyaningrum/Ed.afz)