Efisiensi Birokrasi Penerbitan Sertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil

FASYA-Konsorsium Ilmu Syariah (KISAH) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta kembali mengadakan kegiatan Sharing Gagasan Dosen pada Senin 13 Mei 2024, dengan tema “Efisiensi Birokrasi Penerbitan Sertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil”.

Hadir sebagai narasumber utama Dr. Zaidah Nur Rosidah, S.H., M.H., dosen Program Studi (Prodi) Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Bertindak sebagai narasumber pembanding adalah dosen Prodi Tadris Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah (FIT) UIN Raden Mas Said Surakarta, Dita Purwinda Anggrella, M.Pd., sekaligus anggota Pusat Studi Halal UIN Surakarta. Adapun moderator pada kegiatan ini Joko Roby Prasetiyo, M.Ag.

Para civitas akademika Fakultas Syariah yang hadir dalam Sharing Gagasan

Esensi Penerbitan Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal atas produk pangan di Indonesia bersifat mendesak, utamanya mengingat mayoritas penduduknya Muslim. Dalam ajaran Islam, Muslim hanya diperbolehkan mengkonsumsi hal-hal yang jelas kehalalannya. Selain terhadap produk pangan, kelak sertifikasi halal akan diberlakukan pada produk-produk kesehatan dan kosmetik.

Sertifikasi halal hadir dalam rangka merespon kemajuan teknologi yang telah dengan berani malakukan rekayasa genetika atas hampir semua hal yang menjadi kebutuhan manusia, mulai dari pangan bahkan hingga proses memiliki keturunan. Tarik ulur antara kebutuhan teknologi dan etika kemanusiaan seringkali tak berada pada tarikan-uluran yang tepat.

Paparan materi dari Dr. Zaidah Nur Rosidah, S.H., M.H.

Atas dalih ‘merasa perlu’ dan berpotensi untuk ‘mampu dijalankan’ (merit-based), penetrasi teknologi dalam kehidupan manusia terasa seperti banjir bandang, terlalu banyak hal dikerjakan oleh teknologi dan pada akhirnya tak ada yang benar-benar terseleksi untuk sah dan layak dikonsumsi oleh manusia.

Karenanya, program sertifikasi halal dihadirkan untuk tujuan menyeleksi dan memilah mana hal-hal yang dapat dikonsumsi secara bebas-halal atau sebaliknya. Baik melalui skema self-declare (bagi usaha mikro dan kecil) maupun sertifikasi halal reguler (bagi usaha menengah dan besar), negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BJPPH) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) bermaksud ‘hadir’ di tengah rakyatnya dengan cara menjamin kehalalan produk yang dikonsumsi rakyatnya.

Dengan begitu, negara turut mendukung dalam menciptakan iklim usaha yang sehat (baik bagi jasmani maupun rohani rakyatnya), serta meningkatkan kepercayaan konsumen Muslim terhadap produk yang beredar di seluruh penjuru Indonesia.

Paparan materi dari Dita Purwinda Anggrella, M.Pd.,

Proses Sertifikasi Halal Usaha Mikro-Kecil dan Menengah-Besar
Atas alasan-alasan bisnis dan image perusahaan di ruang publik, sertifikasi halal reguler yang dilakukan usaha skala menengah dan besar telah terlaksana dengan baik. Mereka punya banyak karyawan yang masing-masing telah diberi tugas, salah satunya mengurus sertifikasi halal produk yang mereka hasilkan dari waktu ke waktu.

Sementara pada usaha mikro dan kecil, karena keterbatasan tenaga, sekalipun sertifikasi halal diperbolehkan melalui skema self-declare (menyatakan secara publik bahwa produknya halal, baik bahan baku, proses pembuatan, maupun pengemasan produknya), mereka cenderung abai dan enggan untuk mengurus proses sertifikasi halal.

Dalam kasus tertentu, para periset sertifikasi halal maupun institusi, semisal Pusat Studi Halal UIN Raden Mas Said Surakarta, akhirnya turut turun tangan melakukan pendampingan terhadap usaha mikro dan kecil. Selain kehalalan produk yang dituju, efisiensi dan kelonggaran sertifikasi halal yang diberikan BJPPH Kemenag RI perlu dimanfaatkan dalam rangka menyemarakkan program Wajib Halal pada Oktober 2024. Wallaahu a’lam.

(afd)

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV