Restorative Justice sebagai Transformasi Sistem Hukum Menuju Keadilan Holistik

FASYA-Rabu, (14/08/2024) Konsorsium Ilmu Syariah (KISAH) bekerja sama dengan Rumah Restorative Justice ‘Griya Suluh’ Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan Sharing Gagasan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Kegiatan ini bertempat di Aula Lt.1 Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Acara dibuka oleh dekan Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, Dr. Muh. Nashirudin, S.Ag., M.A., M.Ag. Narasumber pada acara yang bertemakan “Restorative Justice sebagai Transformasi Sistem Hukum Menuju Keadilan Holistik” adalah AIPDA Dedik Prayudi, S.H., M.H. dari Polres Sukoharjo dan Suciyani, M.Sos (Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta). turut hadir juga dalam acara ini AIPDA W. Hasto Susilo, M.H. dari Polres Sukoharjo, wakil dekan 1 Dr. Sidik, S.Ag., M.Ag, wakil dekan III Dr. Fairuz Sabiq, M.S.I. dan para dosen serta mahasiswa perwakilan ormawa (organisasi mahasiswa). Sharing gagasan dosen ini dimoderatori oleh Ayu Karisa Putri, S.H., M.H., alumni Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta yang sekarang berprofesi sebagai Notaris.

Sambutan dekan Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, Dr. Muh. Nashirudin, S.Ag., M.A., M.Ag.

Pemaparan materi pertama disampaikan oleh AIPDA Dedik Prayudi, S.H., M.H., beliau menyampaikan bahwa Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) di lembaga peradilan. Keadilan restorative hadir sebagai pergeseran paradigma keadilan mulai dari keadilan retributif yang meliputi menekankan keadilan pada pembalasan dan fokus menderitakan pelaku kejahatan. Pergeseran kedua adalah keadilan restitutif yang menekankan keadilan pada pemberian ganti rugi dan fokusnya pada pemulihan kerugian korban, kemudian keadilan restitusi bergeser paradigmanya menjadi keadilan restoratif yang menekankan keadilan pada pemulihan keadaan dan mengembalikan keseimbangan dalam Masyarakat. Pelaku dan korban dipertemukan untuk menyelesaikan permasalahan dan anggota masyarakat dilibatkan dalam upaya pemulihan. Pergeseran keempat adalah dari keadilan restoratif kepada keadilan transformatif yang menekankan keadilan pada pemulihan keadaan dan mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat secara lebih komprehensif dengan juga melibatkan faktor-faktor non -hukum dan analisa terhadap akar masalah terjadinya kejahatan sekaligus upaya perbaikannya agar kejahatan tidak terulang kembali.

Pemaparan materi oleh AIPDA Dedik Prayudi, S.H., M.H.

Dedik juga menjelaskan alasan restorative justice menjadi sebuah alternatif penyelesaian perkara pidana, di antaranya dikarenakan belum efektivnya fungsi penjara sebagai tempat narapidana jera melakukan kejahatan dan over capacity dilapas. Restorative Justice sudah banyak dikembangkan di negara-negara lain, sehingga Indonesia harus mengikutinya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2020-2024 mengadopsi prinsip restoratif justice yaitu kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa, penyederhanaan birokrasi dan regulasi, revolusi mental dan pembangunan kebudayaan hukum dengan mengutamakan restorative justice. Belum optimalnya pelaksanaan Restitusi serta budaya hukum masyarakat masih mengedepankan pada pembalasan (Punitive) bukan pemulihan.

Tetapi di samping itu, tantangan dan kendala penerapan restorative justice masih terus muncul, sehingga perlu adanya perbaikan terus menerus. Beliau juga menambahkan bahwa penerapan Restorative Justice di Polres Sukoharjo sesuai dengan SOP serta yang menjadi pegangan dalam penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan Restorative Justice adalah Perpol No.8 Tahun 2021. Dalam peraturan tersebut meliputi syarat, tata cara, dan pengawasan restorative justice.

Acara dilanjutkan sesi tanya jawab, dalam kesempatan kali ini ada dua dosen Fakultas Syariah yang bertanya yaitu Jaka Susila, SH, MH. yang mempertanyakan kejelasan penerapan restorative justice dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian, kenapa hal semacam ini masih dapat dilakukan restorative justice, padahal hukumannya lebih dari 1 tahun. Penanya selanjutnya yaitu Evi Ariyani, SH., MH. yang mempertanyakan penerapan restorative justice dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, kenapa tindak pidana dengan dampak yang begitu besar semacam ini dengan korban anak masih dapat di restorative justice bahkan dengan ganti rugi yang tidak sepadan.

Pemaparan pemateri ke 2 oleh Suciyani, M.Sos.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan pemateri ke 2 oleh Suciyani, M.Sos. yang menegaskan bahwa regulasi restorative justice memang belum sempurna. Aturan penerapan restorative justice di kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan yang memiliki syarat dan ketentuan yang berbeda sehingga menimbulkan banyak perbedaan dan distingsi tingkat penerapan restorative justice.
Paradigma keadilan holistik sangat penting untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan. Keadilan dalam restorative justice bermakna menciptakan kesenangan dan keamanan dilingkup masyarakat, atau dalam bahasanya Gustav Radbruch diistilahkan sebagai doelmatigheid (hukum yang memiliki manfaat bagi masyarakat). Dalam bahasanya Jeremy Bentham dalam teori utilitarianisme (Teori kemanfaatan), hukum memiliki tujuan melahirkan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk masyarakat guna menciptakan masyarakat yang bahagia kebahagiaan sehingga kebijakan restorative justice harus benar-benar memberikan kemanfaatan untuk publik dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Suciyani Juga menambahkan keadilan holistik dalam penerapan restorative justice mirip dengan al afwu ‘anil uqubah dalam Fiqh Jinayah, Perdamaian dengan kosekuensi diyat (denda) berdasarkan persetujuan keluarga korban atau korban itu sendiri. Dalam Islam juga bisa diberikan hukuman tambahan (Ta’miliyah) jika dirasa keadilan belum tercapai dengan perdamaian dan denda.

Sekretaris Jurusan Hukum Islam: Muh. Zumar Aminuddin, S.Ag., M.H. menambahkan bahwa dalam hukum Pidana Islam, tindak pidana yang dapat didamaikan hanyalah yang berkenaan dengan haqqul adami saja, sedangkan yang haqqulah tidak dapat didamaikan. Seperti dalam jarimah pembunuhan sengaja dapat dimaafkan keluarga korban dan dilakukan proses restorative justice.

Foto Bersama Dekan, Narasumber dan seluruh Peserta Sharing Gagasan Dosen

Selanjutnya sesi tanya jawab dengan pertanyaan dari Dr. Lutfi Rahmatullah, S.Th.I., M.Hum. yang mempertanyakan tentang paradigma holistik dan aksiologi penerapan restorative justice dan M. Julijanto, S. Ag., M. Ag. yang bertanya mengenai formulasi efek jera dalam Islam. Sharing Gagasan Dosen diakhiri dengan penyerahan sertifikat dari Fakultas Syariah yang diwaliki oleh Dr. Sidik, S.Ag., M.Ag selaku Wakil Dekan I kepada para narasumber dan moderator dan ditutup dengan foto bersama. (Penulis: Suciyani)

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV