Peran Gen -Z Dalam Menangkal Berita Hoaks

Oleh:
Nur Hanafi Muafa (HKI/242121037)

Di era digital seperti saat ini, generasi muda ini sangat potensial untuk dipengaruhi oleh berita hoaks, penyebaran informasi kian bertumbuh dan perkembangannya semakin tak terhindar lagi. Seperti keberadaan alat penyebaran informasi khususnya handphone, turut bermunculannya berita hoax di dalam media sosial, tidak hanya itu, portal-portal pemberitaan online pun turut ikut serta setiap hari, selalu ada berita-berita yang tersebar bebas tanpa memiliki batasan dalam proses mengaksesnya. media sosial Instagram Facebook, terutama Whatsapp media sosial ini tidak pernah sepi dari unggahan netizen. Kebanyakan dari gen-Z yang menggunakan aplikasi ini hanya memanfaatkannya untuk kesenangan belaka saja dan tidak ada manfaatnya malah di gunakan untuk memamerkan kehidupan sehari–hari, seperti masalah putus cinta habis uangnya. Kecil dari mereka yang bisa memanfaatkan sosial media tersebut sebagai sarana penyadaran, entah secara individu maupun masyarakat luas. Kita sebagai generasi muda harus bisa menyadarkan masyarakat dengan cara menulis status atau bahkan opini singkat tentang berita hoaks.

Akun media sosial para generasi muda terutama gen -z orang mempunyai banyak pengikut. Maka mulai dari sekarang saya mengajak para generasi muda untuk mengubah menulis status mereka di media sosial yang mulainya percintaan menjadi penangkal berita hoaks. Media sosial adalah sarana yang paling cocok untuk menyampaikan sebuah pemikiran. Namun media sosial juga tidak berhati-hati akan terjebak di dalamnya. Terjebak yang dimaksudkan adalah termakan isu-isu (viral) yang sengaja di tuliskan dan disebarkan oleh orang yang tak bertanggung jawab.

Gen-Z juga dapat membuat semacam komunitas atau organisasi untuk sarana saling berdiskusi sesama pengguna media sosial agar saling bisa menyaring berita yang ada , agar gen-Z tahu berita yang salah . Cara lain yang dapat dilakukan untuk menangkal hoaks adalah dengan cara membuat semacam film comedian yang berisi tentang bahayanya berita hoaks karena di kalangan gen-Z sangat menyaksikan film Berita hoaks yang disebarkan secara terus-menerus melalui perantara media sosial dan buzer-buzer timnya bukan hanya berbahaya secara individu, namun juga berbahaya secara konteks persatuan Indonesia. Maka disinilah peran yang sesungguhnya bagi generasi muda untuk menangkal berita hoaks dan membangkitkan nasionalisme. Media sosial seperti Facebook, Instagram, Tik tok dan Twitter bukan sebuah hal yang asing ditelinga generasi muda kita terutama gen Z. Kita pasti sering menulis sebuah story whatsapp, story instagram, ngetwit dan bahkan buat konten tik tok, meskipun itu kita anggap hanya sebagai bentuk ekspresi.

Berita hoaks adalah berita palsu yang sengaja dibuat sebagai alat politik, itu untuk memecah belah pihak tertentu dengan tujuan kepentingan pribadi, politik, maupun untuk memecah persatuan bangsa Indonesia. berita yang sebelumnya susah di dapatkan, sekarang penyebarannya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja hanya dengan media sosial, serta internet yang memadai, media sosial yang mulai menjadi alat dalam mempermudah akses seseorang untuk berinteraksi sosial. Kini di salahgunakan sebagai alat penebar kebohongan berupa informasi hoax, terkadang orang tua juga kurang pengawasan terhadap anak -anak dalam menggunakan.

Di kutip dari kompas Volume penyebaran berita ataupun informasi hoaks meningkat drastis pada masa Pemilihan Umum 2024 Bahkan, jumlahnya meningkat pesat dalam lima tahun terakhir, terutama dibandingkan pemilu sebelumnya pada 2019. Fenomena itu tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi di sejumlah layanan digital. Agar tidak lebih masif di masa mendatang, butuh kolaborasi dari segenap pihak untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, antara lain dimulai dari bangku sekolah, Ketua Presidium Masyarakat anti fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan, penyebaran berita hoaks terus meningkat selama 2018-2023. Penyebaran berita hoaks erat kaitannya dengan isu politik. Maka itu, persentase berita hoaks terkait politik meningkat saat memasuki tahun politik, seperti pemilu. Mafindo menemukan 997 berita hoaks dengan 48,9 persen terkait politik pada 2018. Memasuki 2019, berita hoaks yang ditemukan meningkat menjadi 1.221 berita dengan 52,7 persen terkait politik. Pada 2020, berita hoaks yang ditemukan kembali meningkat menjadi 2.298 berita, tetapi terkait politik turun menjadi 30,5 persen. Berita hoaks yang ditemukan menurun menjadi 1.888 berita dengan 22,7 persen terkait politik pada 2021 dan 1.698 berita dengan 32,3 persen terkait politik pada 2022. Namun, pada 2023, temuan itu kembali meningkat menjadi 2.330 berita hoaks dengan 55,5 persen terkait politik pada 2023.

Di era digital yang semakin canggih, berita hoaks menjadi ancaman nyata yang bisa merusak keharmonisan masyarakat seperti Beberapa berita hoaks yang sempat meresahkan masyarakat di Pekalongan antara lain adalah kabar tentang banjir besar yang akan melanda kota, akibat Bendungan Kedung Ombo yang diklaim akan jebol. Hoaks ini menyebabkan kepanikan warga yang kemudian mengungsi tanpa instruksi resmi. Selain itu, selama pandemi COVID-19, beredar informasi palsu mengenai pengobatan alternatif menggunakan daun sirsak yang bisa menyembuhkan COVID-19, yang memperlambat program vaksinasi. Terdapat pula hoaks tentang penutupan pasar tradisional di Pekalongan yang menyebabkan panik di kalangan pedagang dan masyarakat. Berita hoaks lain yang sempat viral adalah tentang penculikan anak yang diduga dilakukan oleh mobil misterius, menimbulkan kecemasan di kalangan orang tua. Selain itu, beredar informasi palsu tentang rumah sakit di Pekalongan yang diklaim penuh dan tidak menerima pasien, mengakibatkan ketakutan di masyarakat.

Budi, seorang aktivis di Kota Pekalongan, menyadari pentingnya sinergi dan kerja sama antar warga dalam menghadapi masalah ini. Menurutnya, kota yang terkenal sebagai sentra batik ini memerlukan upaya kolektif untuk menangkal penyebaran berita hoaks. Di sini kita membangun kebersamaan melawan hoaks, meskipun sudah ada komunitas antikorupsi, mari bersama-sama membangun komitmen untuk melakukan gerakan anti-hoaks,” ujar Budi dengan penuh semangat. Budi menekankan bahwa melawan hoaks tidak bisa dilakukan secara individu. Berita palsu menyebar dengan cepat dan sering kali mempengaruhi emosi banyak orang, sehingga memerlukan dukungan dari berbagai pihak. “Kita perlu saling bergandengan tangan. Meskipun sudah ada komunitas antikorupsi, mari kita bersama-sama berkomitmen untuk melakukan gerakan anti-hoaks,” tambahnya. Budi percaya bahwa kekompakan dan kebersamaan adalah kunci utama.

Dengan bekerja sama, warga Pekalongan dapat menjaga keharmonisan kota serta mencegah perpecahan akibat berita bohong. Untuk menghadapi ancaman hoaks , Budi memberikan beberapa saran yang dapat diterapkan oleh masyarakat, khususnya generasi muda. Ia mengajak anak muda untuk meningkatkan literasi digital, yaitu dengan membekali diri kemampuan memilah informasi yang valid dan memverifikasi sumber berita. Selain itu, penting bagi mereka untuk selalu berpikir kritis dan mempertanyakan kebenaran serta motif di balik setiap informasi yang diterima. Budi juga mendorong warga untuk lebih aktif menciptakan konten positif di media sosial. Dengan mengisi lini masa dengan pesan-pesan edukatif dan inspirasi , ruang bagi penyebaran hoaks bisa ditekan. Selain itu, ia mengajak masyarakat untuk berperan aktif melaporkan berita palsu yang ditemukan di media sosial. Menggunakan fitur pelaporan di platform-platform tersebut adalah langkah sederhana namun efektif untuk menghentikan penyebaran informasi palsu.

Budi menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai komunitas lokal. Partisipasi dalam kampanye anti-hoaks di sekolah, kampus, atau organisasi sosial dianggap sebagai langkah nyata dalam memperkuat gerakan melawan berita palsu. Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sadar akan pentingnya verifikasi informasi sebelum disebarluaskan. Dengan langkah-langkah tersebut, Budi optimis bahwa warga Pekalongan mampu menjaga keutuhan dan keharmonisan sosial. Sinergi dan kebersamaan menjadi kunci untuk melawan hoaks dan membangun masyarakat yang lebih cerdas serta kritis dalam menerima informasi. “Kita harus bersatu, tidak hanya untuk melawan hoaks, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih bijak dan berintegritas,” ujarnya.

Meningkatkan peran tik -tok sebagai wadah penyebaran berita hoaks juga menunjukkan adanya transformasi konten yang dimanfaatkan, yaitu dari tulisan dan foto menjadi video. Artinya, penyebar berita hoaks bukan lagi sekadar buzzer, melainkan content framing (pembingkaian media).Hal itu akan menjadi tantangan besar bagi ekosistem fact checking (pengecek fakta). Apalagi kapasitas pengecekan fakta hanya 400-500 berita per bulan. Sebaliknya, berita hoaks yang diproduksi pembuat content framing jauh lebih besar. Di kanal Youtube atau Tik -tok misalnya, satu akun bisa membuat 4-5 video per hari. Jumlah akun dan kanal yang tersedia mencapai puluhan oleh karena itu, mengatasi penyebaran berita hoaks tidak cukup dengan melakukan cek fakta. Secara bersama-sama, kita harus bisa melakukan pencegahan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dengan informasi yang diterima dan debunking (Proses mengidentifikasi dan membongkar informasi yang menyesatkan).

Di era digital saat ini, generasi muda khususnya Gen-Z, sangat rentan terhadap berita hoaks yang cepat tersebar melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, dan Tik-tok . Berita hoaks dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, bahkan merusak persatuan bangsa, seperti yang terjadi di Pekalongan dengan hoaks tentang banjir, pengobatan COVID-19, dan penculikan anak. Penyebaran hoaks sering kali dipengaruhi oleh isu politik, yang meningkat menjelang pemilu. Generasi muda memiliki peran penting dalam menangkal hoaks dengan meningkatkan literasi digital, berpikir kritis, dan memverifikasi informasi. Mereka dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten positif, melaporkan berita palsu, dan berkolaborasi dalam kampanye anti-hoaks. Kolaborasi ini penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih sadar akan pentingnya verifikasi informasi. Pemerintah juga telah mengambil langkah tegas dengan UU ITE dan lembaga seperti Cyber crime untuk memberantas hoaks , dan generasi muda diharapkan berperan aktif dalam mengawal hukum tersebut. Dengan sinergi dan kebersamaan, Gen-Z dapat menjaga keharmonisan sosial dan mengurangi penyebaran informasi palsu yang merugikan masyarakat.

Meskipun banyak Gen-Z yang menggunakan media sosial untuk hiburan, mereka memiliki potensi untuk mengubah penggunaan media sosial menjadi sarana edukasi dan anti-hoaks. Kolaborasi antar pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan generasi muda, diperlukan untuk meningkatkan literasi digital, memverifikasi informasi, dan menciptakan konten positif. Komunitas lokal dan kampanye anti-hoaks dapat memperkuat gerakan ini. Dengan meningkatkan kesadaran dan sinergi, Gen-Z dapat memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan mencegah perpecahan akibat hoaks.

Daftar Pustaka:
1. Kompas.id. (2024). Penyebaran berita hoaks meningkat drastis pada Pemilihan Umum 2024.
2. Unair.id. (2024). Pemerintah sudah tegas dalam upaya memberantas hoaks dengan UU ITE dan lembaga seperti Cyber Crime.
3. Mafindo. (2023). Data penyebaran berita hoaks selama 2018-2023 dan kaitannya dengan isu politik.

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV