Hakikat Kesuksesan dalam Pendidikan Oleh: M. Taufik Kustiawan

Hakikat Kesuksesan dalam Pendidikan
Oleh: M. Taufik Kustiawan
(Mahasiswa HPI Fak. Syariah IAIN Surakarta. Resensi ini meraih peringkat pertama pada Lomba Resensi Tingkat Mahasiswa dalam rangka Hari Buku yang diselenggarakan oleh GenBI Solo dan BI Perwakilan Surakarta 2018)

Kisah kesuksesan seringkali hadir dalam buku-buku motivasi yang pernah ditulis oleh seseorang pengusaha ataupun pakar pendidikan. Hampir para ilmuwan dan orang-orang besar yang memiliki keberhasilan dalam berkarya tidak lepas demi mengembangkan ilmu pengetahuan. Kebanyakan pemikiran para pengusaha dan ilmuwan telah di pengaruhi oleh pola pendidikan dan pengasuhan orangtua. Hal tersebut tampaknya sangat berdampak terhadap psikologis dan akal pikiran manusia dalam mengembangkan gagasan berpikir secara kontekstual. Gagasan itu yang telah saya pahami tatkala membaca buku Robert T. Kiyosaki dan Sharon L. Lechter C.P.A. berjudul Rich Dad, Poor Dad: Apa yang diajarkan orang kaya pada anak-anak mereka tentang uang—yang tidak diajarkan oleh orang miskin dan kelas menengah!

Buku Robert dan Sharon tampaknya berhasil memberikan representasi mengenai makna kesuksesan dalam mengembangkan ide-ide bisnis untuk menghadapi tantangan global. Keberhasilan dan kesuksesan memberikan pesan melalui karya tersebut seakan menjadi referensi kesuksesan meraih pekerjaan dalam kehidupan. Robert dan Sharon melalui pengalaman historisnya berupaya mengembangkan ide-ide muthakir (melalui teknologi) sebagai rujukan keberhasilan menghadapi perubahan zaman yang semakin modern. Kita dapat melihat keberhasilan Robert dan Sharon dari buku tersebut yang mampu cetak ulang hingga ke-42. Kesuksesan karya itu menjadi pertanda bahwa semua orang menginginkan kayaaan, pekerjaan, uang untuk kehidupan.

Tulisan Robert dan Sharon menarik perhatian saya ketika membahas persoalan kesuksesan yang dipicu dari dunia pendidikan. Mafhum, pendidikan pada era modern berstigma mampu mementaskan nasib pembelajar sebagai acuan finansial pada masa depan. Jutaan paradigma umat manusia menjadi manusia berpendidikan hanya untuk memperoleh pekerjaan. Tujuan pendidikan seperti itu tampaknya sangat terasa dari para pembelajar di berbagai Universitas di seluruh dunia. Selain berusaha memberikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, keberhasilan memperoleh pekerjaan juga menjadi acuan arti kesuksesan. Namun dalam buku tersebut terdapat pernyataan menarik yang dikemukaan oleh Sharon Lechter dalam “kata pengantar” tatkala memaknai peran pendidikan dengan pekerjaan. ”Memperoleh pendidikan yang baik dan meraih ringking yang baik tidak lagi menjamin kesuksesan, dan tak seorang pun tampak memperhatikan hal itu, kecuali anak-anak kita (hlm. xiii).”

Sharon ingin mengisahkan kehidupannya dalam membina bahtera rumah tangga dan pola pendidikan mengasuh anak terhadap para pembaca untuk merenungkan makna keberhasilan. Pemikiran Sharon tatkala mendidik anak untuk memaknai kesuksesan dalam pendidikan tampaknya sedikit berbeda. Ia memberikan perspektif kesuksesan itu perlu diawali dengan tekad dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, peluang bisnis, dan ide-ide kreatif. Seringkali berbagai peraturan-peraturan diruang akademis malah membuat seseorang terkungkung dan tak dapat berpikir bebas. Batasan waktu, kejenuhan, dan pengulangan materi dalam kerja pendidikan di Universitas belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Selain itu, persoalan yang pelit ketidakberhasilan para pembelajar di era modern dalam meraih kesuksesan adalah kurangnya ketekunan dan ide-ide kreatif. Keterpengaruhan penggunaan teknologi kebanyakan malah berdampak negatif bagi para pembelajar bila tidak ada kontrol dari orangtua.

Kesadaran Sharon untuk mengajarkan pendidikan pada anak tentang pentingnya teknologi adalah langkah usaha mengetahui pasar global. Untuk itu perlu mempelajari mulai dari peluang bisnis dan ide-ide kreatif, inovatif. Gagasan itu telah ditekankan Sharon terhadap anak-anaknya untuk berusaha mengembangkan kekayaan berbasis bisnis. Lantaran protes yang dilakukan para anaknya terhadap metode pendidikan di Universitas, telah mengubah paradigmanya untuk menjadi seorang yang kaya raya namun dengan pekerjaan yang ringan. Menghasilkan kekayaan yang melimpah tentunya cukup dengan menguasai ilmu teknologi.

Di Majalah intisari, Juni 2015 juga memberitakan manfaat potensi gawai di berbagai negera di Asia Tenggara. Pemberitaan tersebut mengacu pada negara maju (Singapura) dan negara berkembang (Indonesia). Dari data penelitian majalah tersebut, di negara Indonesia pemanfaatan gawai bagi para pelajar malah mengacu pada hal yang negatif. Mulai dari kesibukan game, tidak mengikuti pelajaran dengan baik, kecendurungan menutup interaksi sosial dan lain-lain. Pengaruh semacam ini yang semestinya orangtua sadari, bahwa teknologi memang memiliki dampak secara komunal terhadap pertumbuhan anak. Lain halnya di Singapura, Dr. Nirmala Karuppiah dari National Institute of Education (NIE) pada 2013 memberitahukan 65% dari anak-anak di Singapura terdapat batasan umur untuk dapat memainkan gawai. Selain gawainya pun beragam, peran orangtua menjadi kontrol sosial utama dalam pola pendidikan teknologi muthakir. Pendidikan dan Pekerjaan

Di bagian awal dalam buku ini, Robert Kiyosaki memaparkan kisah yang penting mengenai keluarga, pendidikan dan keberhasilan karir. Kisah Robert yang memiliki kedua orang ayah menjadi beban psikologi dalam menentukan arah dan tujuan seorang anak dalam berkarir. Kedua ayah tersebut sering berbeda pendapat tatkala memberikan pengertian harta, pekerjaan, uang dan kesuksesan. Ayah pertama adalah seorang akademisi yang bergerak dalam karirnya sebagai pengajar di Universitas. Ayah Robert yang kedua adalah seorang konglomerat yang berhasil dalam berbisnis namun tidak pernah berhasil lulus dari bangku sekolah.

Tentu metode pendidikan keluarga terhadap anak yang diajarkan oleh kedua ayah tersebut akan jauh berbeda. Maka dalam peristiwa ini makna terpenting kisah Robert adalah memaknai arti kesuksesan. Seringkali orang memaknai kesuksesan harus bergelimang harta, kekuasaan, memiliki segalanya dan lain-lain. Hal itu yang diajarkan oleh ayah kedua Robert. Bahwa dengan pekerjaan itu kita seharusnya dapat memberikan kesejahteraan yang melimpah bagi kehidupan. Pemaknaan ayah kedua Robert ”kekurangaan uang adalah akar segala kejahatan.” Dari ungkapan tersebut kita mengetahui ayah Robert sangat mementingkan harta tapi mengabaikan ilmu pengetahuan dan bersosial.

Lain halnya pemaknaan kesuksesan oleh ayah pertama Robert tampak begitu sederhana. Kesuksesan materiil dalam paradigma ayah pertama Robert cukup dengan mengembangkan Ilmu pengetahuan dan mempelajari berbagai ilmu-ilmu yang telah berkembang. Kita bisa mendengarkan ungkapan ayah pertama Robert “cinta akan uang adalah akar segala kejahatan.” Pemaknaan itu jelas menolak hidup yang berlebihan. Ayah pertama Robert sebagai seorang pengajar tentu mengerti betul perilaku kehidupan yang semestinya harus dikerjakan untuk mencapai manusia yang bermanfaat. Bagi ayah pertama Robert, kesuksesan tidaklah diukur dari kekuasaan, uang melimpah, atau pangkat dan jabatan namun lebih kepersoalan kebermanfaatan hidup sebagai makhluk sosial. Upah sebagai pengajar tentu sekedar cukup untuk makan, minum dan membeli kebutuhan sehari-hari, namun tidak melupakan kehidupan bersosial.

Di Indonesia masalah sosial dan pekerjaan dulu pernah digagas oleh Soeharto pada masa Orde Baru lewat buku-buku Inpres milik departemen P dan K. Pada 1976 Fortran menulis buku berjudul Remaja Industri. Buku-buku yang pernah diterbitkan oleh Orde Baru memiliki misi pembangunan dan pekerjaan di seluruh penjuru Indonesia. Para pemuda harus bekerja demi masa depan Indonesia. Dalam buku tersebut, Fortran memaparkan berbagai pekerjaan yang dilakukan laki-laki dan wanita. Mulai dari pekerja industri, batik, obat-obatan dan lain-lain mewarnai keberhasilan Soeharto mencetak pekerja para pemuda. Dari buku tersebut kita dapat mengerti, pada masa itu pekerjaan menjadi kunci kesuksesan suatu negara.

Dari kisah Robert atau buku-buku inpres tersebut kita tentu mengetahui pentingnya kesuksesan dalam pekerjaan. Perbedaan sudut pandang pendapat dari kedua ayah Robert mengenai pekerjaan mampu mengajak pembaca berdialog dalam menafsirkan kesuksesan. Kesuksesan itu bisa bermakna sederhana ataupun keberhasilan secara komunal penuh kelimpahan harta. Dari buku tersebut, pembaca dapat pula mengerti berbagai usaha, penjelasan, argumentasi untuk mencapai kesuksesan. Tapi pesan yang tersampaikan dari buku tersebut untuk mencapai sebuah keberhasilan perlunya adanya ketekunan, tekad dan usaha untuk merintangi kegagalan agar mencapai keberhasilan.

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV