Berbagi Semangat Menulis Dosen Muda

Berbagi Semangat Menulis Dosen Muda

Oleh: Ahmadi Fathurrohman Dardiri, M.Hum.

Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta

Tepat pukul 10.00 WIB, 1 Agustus 2018, mengambil tempat di ruang Omah Jurnal IAIN Surakarta, diskusi bertajuk ‘Menulis dan Menerbitkan Buku di Penerbit Bonafid’ dimulai.

Menghadirkan pemateri muda, Ahmad Saifuddin, M.Psi., Psikolog, acara yang semula santai menjadi serius, seru, dan membangkitkan antusiasme hadirin untuk menulis. Antusiasme terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, mulai dari kiat-kiat personal hingga bagaimana mengajukan naskah ke penerbit bonafid.

Kang Saif, demikian ia biasa dipanggil, menuturkan bahwa salah satu inspirasinya dalam menulis adalah keterdesakan dosen ketika harus mengampu mata kuliah yang ia tidak biasa mengampu. Dari sini, dosen terpaksa belajar dan karenanya akan mendalam di bidang ilmu tersebut dari waktu ke waktu.

Menurut kang Saif, momen terbaik dosen dalam penguasaan atas bidang keilmuan tidak boleh dilewatkan begitu saja; harus segera dikonversi menjadi naskah bernas, baik esai maupun buku.

Sejauh ini, kang Saif sedang mengerjakan 3 naskah penting yang lahir dari keterdesakan dimaksud: Psikologi Agama, Eksprimen Psikologi, dan Sufi Healing. Ketiga naskah ini mungkin tema umum yang dikenal publik dan mudah ditemukan di toko-toko buku. Namun, kang Saif memastikan apa yang ia bahas tidak akan sama dengan penelitian terdahulu.

Kang Saif berpesan, “Tidak mungkin tidak ada celah untuk suatu naskah baru. Pasti ada. Kita hanya perlu fokus meneliti dan bekerja keras menyelesaikan naskahnya. Dan, menulis itu bukan bawaan lahir, melainkan dilatih, berapapun usia anda.”

Dinamika kepenulisan naskah buku, menurut kang Saif, harus disikapi dengan positif. Soal apakah naskah yang kita tulis itu dirasa tidak sempurna atau dikatakan mirip dengan penelitian terdahulu, biarlah itu menjadi konsumsi publik dan penerbit. Ikhtiar penulis ‘hanya’ (kalau boleh menyebut demikian) berkutat pada naskah penelitian yang dikerjakan dan benar-benar menawarkan kebaruan dari banyak hal.

Penerbitan naskah, menurut kang Saif, juga tidak serumit yang diduga. Kita hanya perlu punya naskah yang memadai, lebih-lebih bagus, untuk membuat penerbit bonafid tertarik meliriknya. Selebihnya, hanya soal tambahan-tambahan yang memberi nilai lebih naskah yang kita ajukan ke penerbit.Misalnya, ketersediaan sinopsis naskah, biodata diri, dan penjelasan mengenai seberapa penting posisi naskah kita di suatu bidang ilmu.

Bengkel Kepenulisan

Setelah selesai pemaparan, tanya jawab berlangsung meriah. Karena faktor sesama dosen muda, para hadirin (termasuk saya) tidak sungkan menyampaikan uneg-uneg dan semua kegelisahan soal dunia kepenulisan. Banyak pertanyaan diajukan, banyak jawaban yang dibagikan. Semua senang, semua bersemangat menulis.

Di sela-sela tanya jawab, moderator Abraham Zakky Zulhazmi, MA.Hum., dosen FUD yang kolumnis dan ‘mantan’ pegiat sastra, mengajukan gagasan adanya bengkel kepenulisan di kalangan dosen. Menurutnya, hal ini penting karena dalam dunia kepenulisan, fiksi maupun non-fiksi, mentorship itu adalah modal awal. Ibarat perusahaan besar, makin besar modal makin besar pula potensi cakupan dan keuntungan bisnis. Pentingnya mentorship bukan saja pada soal bagaimana proses kepenulisan dilakukan, namun juga bagaimana mental sebagai seorang penulis terbangun.

Mentalitas penulis, bagi bung Zakky, adalah ruh dari setiap naskah. Nama besar bukan jaminan naskah bagus, selama dalam proses menulisnya tidak sedang bermental bagus. Seorang penulis novel dan enterpreneur bidang kepenulisan Puthut EA mengakuperlu berlatih cara menulis cerita pendek (cerpen) lagi pada 2013 setelah sempat pernah berhenti menulis cerpen pada 2008. (Sumber: halaman Facebook Puthut EA, 31 Juli 2018)

Mentorship kepenulisan, menurutbung Zakky, harus berbasis komunitas (dalam arti, ada ketertarikan personal dari tiap-tiap anggotanya), cair, dan melampui sekat-sekat latar belakang para anggota.

Gambaran sederhana dari komunitas ini adalah, jika ada seseorang pemula, jangan sampai ia tersinggung bahkan untuk suatu celaan sarkastik yang tujuan utamanya adalah menyemangati dan mendorong untuk menghasilkan naskah bagus. Misalnya teguran, “Wooy, ini tulisan apa???!! Jelek saja belum,” sambil disobek-sobek naskah itu di hadapannya. Ini sekedar gambaran betapa komunitas ini harus ‘berkeluarga’ dan kuat hingga ke akar-akarnya.

Lain lagi dengan Abd. Halim, M.Hum., yang berbagi perihal penerbitan buku indie. Ia mengakui alur penerbitan indie tidak serumit penebit bonafid yang disebutkan kang Saif (Penerbit Pustaka Pelajar dan Penerbit Prenada Media). Selama naskah siap dan kita siap membiayai pencetakannya, naskah siap terbit dalam waktu 1-2 bulan.

Di penerbit manapun suatu naskah terbit, tugas paling utama dan penting bagi dosen adalah terus berkarya, meneliti, dan memberi arti lebih nilai pengabdian kepada civitas akademika, bangsa dan negara. Selamat berkarya! (afd)

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV