Interaksi Antara Modal Sosial dan Mekanisme Pembiayaan Berbasis Komunitas

FASYA-Konsorsium Ilmu Syariah (KISAH) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan Webinar Nasional berjudul ‘Interaksi Antara Modal Sosial dan Mekanisme Pembiayaan Berbasis Komunitas’ pada Selasa, (16/07/2024).

Hadir sebagai narasumber utama Bayu Sindhu Raharja, S.E., M.Sc., dosen program studi (prodi) Manajemen Zakat dan Wakaf (MAZAWA) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Bertindak sebagai narasumber pembanding adalah Ramadhan Razali, Lc., M.A., dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Lhokseumawe. Bertindak sebagai moderator pada kegiatan ini Betty Eliya Rokhmah, M.Sc., koordinator prodi MAZAWA Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta.

Ceruk Penelitian
Diskusi ini membahas tahapan awal penelitian disertasi pak Bayu pada program studi doktoral di Universitas Gadjah Mada. Menurut pak Bayu, penelitian dalam ranah pembiayaan bisnis yang selama ini dilakukan cenderung fokus pada bagaimana output (keluaran) sebuah bisnis dicapai. Penelitian yang membahas bagaimana proses yang terjadi dan input (masukan) pada bisnis jumlahnya relatif terbatas.

Riset Bank Dunia pada tahun 2022 dengan tajuk Financial Inclusion Overview menunjukkan bahwa separuh populasi dunia berusia dewasa (2,5 miliar manusia) melakukan pembiayaan bisnis di luar sektor formal perbankan. Artinya, bisnis mereka bukan tergantung pada pembiayaan perbankan melainkan sektor lain yang lebih beragam dan luas. Fakta ini mendorong pak Bayu melakukan penelitian bidang pembiayaan bisnis berbasis komunitas kemasyarakatan.

Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana modal sosial (social capital), baik sumber daya (resources) maupun karakteristik jaringan (network characteristics) terjalin di antara pelaku bisnis di level menengah ke bawah. Modal sosial memang penting dan dibutuhkan, namun karakteristik jaringan baik yang bersifat tertutup (closed) maupun terbuka (open) sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu pula jaringan terpusat (network centrality) yang diterapkan pada beberapa jenis pembiayaan di masyarakat.

Jika dalam dunia pebisnis dianut pola ‘kebutuhan pasar’ sebagai pijakan utama, maka bisnis dengan jejaring berbasis kemasyarakatan yang memiliki ragam tujuan tak kalah menarik untuk dikaji, terutama jika penerapannya di lapangan berangsur-angsur menunjukkan keberhasilan yang memukau. Sebut saja komunitas Payungi (kependekan dari Pasar Yosomulyo Pelangi) di Kota Metro, propinsi Lampung, yang berhasil memanfaatkan kolaborasi sosial yang terjalin kuat di tengah masyarakat sehingga tidak saja menjadi solusi alternatif bagi kerukunan dan tantangan sosial yang ada namun juga meraih keberhasilan secara bertahap di bidang bisnis yang mereka geluti.

Ragam Hal yang Mempengaruhi Modal Sosial
Selain kolaborasi sosial, pak Ramadhan menuturkan, melalui observasi dan kajiannya di masyarakat Aceh, bahwa kekuatan bisnis kemasyarakatan terletak juga pada ketokohan tertentu yang dianggap bisa menyatukan beragam elemen masyarakat. Adanya unsur ketokohan tersebut membuktikan 1 dari 4 modal yang dikemukakan filosof Pierre Bourdieu dalam memahami realitas sosial, yakni modal sosial, ekonomi, budaya, dan simbolik.

Pak Ramadhan menunjukkan bahwa untuk bisa sampai pada dipilihnya aspek ketokohan dipengaruhi banyak hal, antara lain (1) merebaknya modus penipuan di tengah masyarakat sehingga perlu adanya sosok yang terpercaya di level ruang publik, (2) kemampuan ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang antipati terhadap perbankan sehingga kepercayaan ketokohan menjadi hal alternatif yang menarik perhatian mereka, serta (3) tujuan akhir bisnis yang hendak dicapai yang menempatkan ketokohan memainkan peranan penting, salah satunya green economy berkelanjutan, termasuk di dalamnya bisnis di kalangan komunitas pesantren. Ketokohan di satu sisi, serta persatuan di antara masyarakat dan kesadaran untuk saling tolong menolong (ta’aawun) di sisi lain, barangkali, adalah hal-hal yang turut memperlancar rencana bisnis di tengah masyarakat.

Namun, tujuan akhir dari riset pak Bayu bukan saja tentang sisi kualitatif dari apa yang diteliti, namun perlu juga ditempuh dan digapai aspek kuantitatifnya. Hemat kami, tantangan makro sekaligus mikro ekonomi yang telah menjamur di tengah masyarakat perlu dijelaskan juga dalam level kuantitatif yang baku dan rigid. Dengan keberhasilan menjelaskan sisi kuantitatifnya (secara khusus aspek generalisasi), diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih mudah bagi dunia bisnis untuk mempertimbangkan hasil akhir penelitian ini untuk diterapkan dalam rencana bisnis mereka. Wallaahu a’lam. (afd)

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV