Polemik PAW DPR Terpilih Sepihak oleh Partai Politik dan Solusinya, Begini Kata Direktur PUSKOHIS

Oleh:
Ahmad Muhamad Mustain Nasoha
(Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta)

Republik Indonesia, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tantangan serius dalam menjaga integritas dan akuntabilitas lembaga legislatifnya, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu isu yang kerap menjadi perbincangan adalah terkait mekanisme pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR terpilih yang dilakukan secara sepihak oleh partai politik. Fenomena ini telah menjadi sorotan, menimbulkan perdebatan luas di kalangan akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat sipil. Pasalnya, praktik tersebut dinilai berpotensi mengabaikan prinsip-prinsip fundamental demokrasi, termasuk akuntabilitas publik, representasi politik, dan kedaulatan suara pemilih.

Dalam beberapa tahun terakhir, praktik PAW ini mencuat seiring dengan meningkatnya keterlibatan anggota DPR dalam berbagai skandal, mulai dari dugaan tindak pidana korupsi hingga kondisi kesehatan yang menghambat pelaksanaan fungsi legislatif mereka. Kondisi ini kerap mendorong partai politik untuk mengambil langkah cepat dalam mengganti anggota yang dianggap tidak lagi efektif dalam menjalankan tugasnya. Namun, pergantian yang dilakukan tanpa melibatkan pemilih, apalagi secara sepihak oleh partai, menimbulkan pertanyaan serius tentang legitimasi proses ini serta kepatuhannya terhadap nilai-nilai demokrasi yang dijamin konstitusi. Regulasi Hukum Mengenai Pergantian Anggota DPR. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 88 dan Pasal 89, diatur bahwa penggantian anggota DPR yang mengundurkan diri atau tidak dapat menjalankan tugasnya merupakan hak prerogatif partai politik. Partai berhak mengusulkan calon pengganti kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa adanya keharusan melibatkan pemilih dalam proses tersebut. Aturan ini memberikan ruang luas bagi partai politik untuk memutuskan penggantian anggota DPR yang tidak lagi dianggap layak, baik karena alasan internal partai maupun karena alasan eksternal seperti masalah hukum atau kesehatan.

Menurut penulis ada 3 kelebihan mekanisme pergantian sepihak ini:
1. Fleksibilitas dalam Menghadapi Situasi Dinamis
Pergantian antar waktu (PAW) memungkinkan partai politik untuk merespons cepat jika anggota DPR tersandung masalah, seperti keterlibatan dalam tindak pidana atau masalah kesehatan yang menghalangi kinerja mereka. Dalam konteks ini, PAW memberikan fleksibilitas bagi partai untuk memastikan anggota yang duduk di DPR mampu menjalankan tugas legislatif secara optimal. Hal ini penting dalam menjaga efektivitas lembaga legislatif serta memastikan pelayanan terhadap kepentingan rakyat tetap berjalan lancar.

2. Keselarasan dengan Strategi dan Kebijakan Partai
Partai politik umumnya memiliki visi dan misi yang dinamis, dan pergantian anggota DPR dapat menjadi alat untuk memastikan bahwa wakil-wakil rakyat yang terpilih tetap sejalan dengan arah kebijakan partai. Misalnya, ketika prioritas kebijakan partai bergeser, partai dapat mengganti anggota DPR dengan individu yang lebih kompeten atau memiliki keahlian di bidang tertentu sesuai kebutuhan perkembangan politik.

3. Memperkuat Disiplin dan Kedisiplinan Internal
Dengan adanya mekanisme PAW, partai politik dapat memperkuat kedisiplinan internal. Mekanisme ini memotivasi anggota DPR untuk patuh terhadap garis kebijakan partai dan berkontribusi secara efektif pada program-program partai. Dalam konteks ini, PAW bisa dianggap sebagai alat kontrol internal yang penting untuk menjaga kesatuan dan konsistensi dalam tubuh partai.

Akan tetapi penulis juga menyadari bahwa ada beberapa kekurangan dari mekanisme PAW ini:
1. Pelanggaran terhadap Prinsip Demokrasi
Meskipun PAW memberikan fleksibilitas, praktik ini juga menimbulkan risiko pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Pemilih memberikan mandat kepada calon anggota DPR melalui pemilu, dan pergantian tanpa melibatkan pemilih berpotensi mencederai hak mereka. Dalam konteks ini, partai politik yang mengganti anggota DPR secara sepihak dapat dianggap mengabaikan kehendak rakyat, yang pada akhirnya dapat merusak legitimasi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap institusi politik.

2. Ancaman terhadap Independensi Anggota DPR
Pergantian yang dilakukan oleh partai politik secara sepihak dapat menciptakan tekanan bagi anggota DPR untuk lebih patuh pada arahan partai daripada memperjuangkan kepentingan konstituen. Ini dapat mengurangi independensi anggota DPR dan mengancam kualitas legislasi yang dihasilkan. Jika anggota DPR merasa posisi mereka tidak aman, mereka cenderung lebih mengutamakan kepentingan partai ketimbang aspirasi rakyat yang diwakilinya.

3. Potensi Lahirnya Budaya Politik yang Tidak Bertanggung Jawab
Pergantian anggota DPR tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas dapat memicu munculnya politisi yang tidak bertanggung jawab. Mereka mungkin merasa tidak perlu mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada pemilih, karena posisi mereka lebih ditentukan oleh partai ketimbang oleh suara rakyat. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memperburuk budaya impunitas di kalangan politisi.

Pandangan Ahli Demokrasi Internasional
Beberapa ahli demokrasi internasional memberikan pandangan kritis terhadap praktik pergantian anggota parlemen yang dilakukan tanpa melibatkan pemilih. Larry Diamond dalam bukunya The Spirit of Democracy menekankan pentingnya akuntabilitas publik dalam setiap level pemerintahan. Menurutnya, partisipasi pemilih dalam proses penggantian anggota parlemen sangat krusial untuk menjaga kepercayaan publik. Robert Dahl, dalam bukunya On Democracy, berpendapat bahwa jika partai politik memiliki kewenangan mutlak untuk mengganti anggota parlemen, hal ini bisa mengarah pada praktik oligarki yang mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat. Amartya Sen, dalam karyanya Development as Freedom, menyoroti pentingnya kebebasan politik dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Sementara Samuel P. Huntington menggarisbawahi pentingnya mekanisme pergantian yang transparan untuk menjaga stabilitas politik.

Bandingkan dengan Negara Lain
Praktik PAW juga terjadi di negara-negara lain, seperti Filipina dan Malaysia. Di Filipina, mekanisme PAW diatur dengan ketentuan yang melibatkan pemilih, seperti pemilihan khusus dalam kasus pengunduran diri atau wafatnya anggota DPR. Sementara di Malaysia, meski partai politik memiliki kekuatan untuk mengganti anggota DPR, praktik ini kerap memicu ketidakpuasan publik karena minimnya keterlibatan pemilih.

Solusi dan Rekomendasi
Penulis memberi setidaknya 8 solusi dan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR secara sepihak oleh partai politik, yang tetap mengedepankan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat:

1. Vote Recall System Berbasis Teknologi Blockchain
Solusi ini mengadopsi mekanisme vote recall atau pemanggilan ulang suara yang memungkinkan konstituen untuk berpartisipasi langsung dalam proses penggantian anggota DPR. Setiap kali partai politik mengusulkan PAW, pemilih di daerah pemilihan (dapil) yang bersangkutan akan diundang untuk memberikan suara apakah mereka setuju atau tidak dengan penggantian tersebut. Proses ini akan dilakukan secara online menggunakan teknologi blockchain, yang memastikan keamanan dan transparansi dalam setiap langkahnya. Dengan demikian, pemilih dapat langsung terlibat tanpa harus melalui pemilu ulang yang mahal, sekaligus menjaga legitimasi dan akuntabilitas.

2.Komisi PAW Independen
Pembentukan Komisi PAW Independen yang terdiri dari anggota masyarakat, ahli hukum, serta wakil-wakil LSM yang berkompeten. Komisi ini berperan sebagai penengah dalam setiap usulan pergantian anggota DPR. Setiap usulan PAW dari partai politik harus melewati kajian dan evaluasi dari komisi ini, yang akan memastikan bahwa penggantian dilakukan berdasarkan alasan yang sah, seperti pelanggaran hukum atau ketidakmampuan menjalankan tugas, bukan sekadar kepentingan politik sempit. Ini akan menambahkan lapisan independensi dalam proses PAW dan mengurangi potensi penyalahgunaan oleh partai politik.

3. PAW Asistensi Kinerja Berdasarkan Penilaian Publik
Alih-alih mengganti anggota DPR secara sepihak, partai politik bisa mengadopsi sistem penilaian kinerja berbasis publik. Setiap anggota DPR akan dinilai kinerjanya secara berkala oleh konstituen melalui platform digital. Jika seorang anggota DPR mendapat nilai kinerja yang buruk, partai dapat memberikan warning atau pelatihan kepada yang bersangkutan untuk meningkatkan kinerja. Jika masih tidak ada perbaikan setelah beberapa kali penilaian, partai dapat melakukan PAW dengan persetujuan publik melalui platform yang sama. Sistem ini memungkinkan pemilih untuk terlibat aktif dalam menilai dan mempertahankan anggota DPR yang mewakili mereka.

4. Kontrak Politik dengan Rakyat
Partai politik dapat mewajibkan setiap anggota DPR yang terpilih untuk menandatangani kontrak politik langsung dengan rakyat di dapilnya. Dalam kontrak ini, diatur secara jelas komitmen dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh anggota DPR. Jika anggota DPR gagal memenuhi komitmen tersebut, partai harus melakukan konsultasi publik melalui forum yang diadakan di daerah pemilihan sebelum melakukan PAW. Dengan cara ini, rakyat tetap menjadi bagian dari proses penggantian, dan anggota DPR tidak bisa dengan mudah diganti tanpa alasan yang jelas.

5. PAW Berdasarkan Rekomendasi Dewan Pengawas Rakyat
Membentuk Dewan Pengawas Rakyat di setiap dapil yang beranggotakan warga terpilih, termasuk tokoh masyarakat, akademisi, dan pemimpin lokal. Dewan ini berfungsi untuk mengawasi kinerja anggota DPR dan memberikan rekomendasi kepada partai politik terkait PAW. Jika Dewan Pengawas menilai bahwa anggota DPR tidak lagi layak mewakili rakyat, partai dapat menggunakan rekomendasi ini sebagai dasar untuk PAW. Ini memberi rakyat lebih banyak kontrol terhadap siapa yang mewakili mereka, sambil menjaga kepentingan partai politik.

6. PAW 2.0: Sistem Skor Berjenjang
Mengadopsi sistem skor berjenjang yang diterapkan pada seluruh anggota DPR. Setiap anggota akan diberi skor berdasarkan kinerja legislatif, kehadiran dalam rapat, pelaksanaan janji kampanye, serta partisipasi dalam diskusi kebijakan. Skor ini bersifat transparan dan dapat dilihat oleh publik. Ketika skor seorang anggota DPR jatuh di bawah ambang batas yang ditentukan, partai politik akan memulai mekanisme PAW dengan melibatkan publik dalam proses konsultasi. Skor ini diperbarui secara berkala dan diawasi oleh lembaga independen, seperti Bawaslu atau KPU, untuk menjaga obyektivitas.

7. Platform Citizen-Driven Candidate Replacement
Membangun platform digital interaktif yang memungkinkan warga mengusulkan calon pengganti bagi anggota DPR yang dinilai kurang perform. Dalam platform ini, pemilih dapat memberikan alasan dan mengajukan kandidat dari partai yang sama, yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah. Setelah kandidat yang diusulkan mendapatkan dukungan dari jumlah pemilih tertentu, partai politik dapat mempertimbangkan kandidat tersebut untuk menggantikan anggota DPR yang sedang menjabat. Platform ini memberikan kontrol lebih besar kepada pemilih dan mendorong partai untuk mendengarkan aspirasi masyarakat.

8. PAW Transparansi Publik Real-Time
Setiap kali ada usulan PAW dari partai politik, semua informasi terkait alasan, proses, dan nama calon pengganti dipublikasikan secara real-time melalui situs web resmi DPR dan aplikasi khusus. Warga bisa mengikuti perkembangan proses tersebut dan memberikan pendapat atau suara secara langsung melalui aplikasi ini. Dengan transparansi penuh ini, partai politik akan lebih berhati-hati dalam mengganti anggota DPR, memastikan proses PAW dilakukan dengan alasan yang kuat dan sesuai dengan aspirasi rakyat.

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV