Sambut Perkuliahan, 541 Mahasiswa Baru Fakultas Syariah Siap Jadi Gen Z yang Melek Hukum Di Era Digital

FASYA-Semester Gasal 2024/2025 dimulai, menandai hal tersebut, Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta mengadakan Studium General dengan Tema “Gen Z Harus Melek Hukum Di Era Digital” bagi mahasiswa baru Angkatan 2024 pada Selasa pagi, (2708/2024) sekaligus menandai Kick Off Dies Natalis Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta ke 32. Bertempat di Graha UIN Raden Mas Said Surakarta, Studium General kali ini mendatangkan Prof. Dr. Drs. H. Makhrus, S.H., M.Hum. (Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. (Guru Besar Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta) serta dimoderatori oleh Umi Rohmah, S.H.I., M.S.I. (Koordinator Prodi Hukum Ekonomi Syariah).

Paparan Prof. Dr. Drs. H. Makhrus, S.H., M.Hum.

“Saya ingin membawa mahasiswa kali ini pada persoalan calon sarjana hukum dan ketika bergelar sarjana hukum mempunyai kelebihan yaitu S.H. Plus, mempunyai standar kualitas seperti yang di perguruan tinggi umum, tetapi ilmu yang diajarkan perguruan tinggi umum tidak ada di perguruan tinggi Islam, dimana anda banyak belajar hukum Islam sehingga mempunyai kelebihan di bidang hukum, maka mahasiswa harus melek hukum,” ucap Prof. Makhrus mengawali paparannya.

Ciri-Ciri Gen Z
Gen Z harus melek teknologi karena eranya digital, generasi yang kreatif, menerima perbedaan, peduli terhadap sesama, dan mempunyai jiwa yang berekspresi. Sementara kelemahannya gen Z adalah fear of messing out (FOMO), mudah cemas dan stress, mudah mengeluh dan self proclaimed.

Hukum diciptakan untuk memberikan rasa keadilan dan harus ada rasa manfaat. Contoh di Aceh ada Qonun Jinayah atau Syariat Islam. Kalau yang melanggar hukum orang Islam wajib tunduk kepada Syariat Islam, kalau bukan Islam ada dua opsi yang pertama dengan hukum nasional yang kedua bisa dengan Syariat Islam. Penelusuran hukum, penelaahan, penjajakan yang artinya melakukan penelitian, penelaahan dan atau penjajakan hukum atau lebih tepatnya melakukan pencarian atau penelitian terhadap hukum-hukum yang akan diterapkan terhadap kasus hukum yang sedang dihadapi.

Kejahatan Siber dan Hukum yang Berlaku
Konteks Hukum: Pasal tentang penipuan online, pencemaran nama baik, dan cyber bullying dalam UU ITE. Undang-undang (UU) No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Implikasi bagi Gen Z: Mengidentifikasi dan Menghindari Kejahatan Siber: Cara mengenali phishing, scam, dan serangan malware. Legalitas Konten: Hukuman dan denda bagi yang terbukti bersalah melakukan kejahatan siber.

Umi Rohmah, S.H.I., M.S.I. (tengah) menjadi moderator Studium General

Etika dan Kecakapan Digital
Konteks Hukum: Norma dan etika dalam berinteraksi secara digital yang sering kali luput dari perhatian. Implikasi bagi Gen Z: Navigasi Etika Online: Pentingnya menjaga kesopanan dan etika dalam berkomunikasi online. Konsekuensi Digital Footprint: Dampak jangka panjang dari jejak digital yang ditinggalkan dan bagaimana itu bisa mempengaruhi masa depan profesional dan pribadi.
Narasumber kedua, Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. banyak membahas tentang Gen Z dan apa yang perlu dilakukan di era digital.

Mengapa Gen Z Perlu Literasi Hukum di Era Digital?
Paparan yang intens terhadap internet dan media sosial membuat mereka rentan terhadap berbagai isu hukum seperti pelanggaran privasi, penyalahgunaan data, dan kejahatan siber. Karena dengan memahami hukum digital, Gen Z tidak hanya bisa melindungi diri mereka dari risiko tersebut, tetapi juga dapat berkontribusi secara lebih bertanggung jawab dalam lingkungan daring. Literasi hukum memungkinkan mereka untuk lebih memahami hak dan kewajibannya dalam transaksi elektronik, produksi dan penyebaran konten, serta interaksi online. Untuk mengidentifikasi dan memerangi berita palsu (hoaks), yang dapat berdampak buruk pada individu maupun masyarakat. Literasi hukum menyediakan fondasi penting bagi Gen Z untuk navigasi yang lebih aman dan produktif di dunia digital yang terus berkembang.

Paparan Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd.

Prof. Mudofir kemudian memberikan contoh kasus hukum terkait digital, seperti kasus pelanggaran privasi yang melibatkan perusahaan media sosial besar seperti Facebook, di mana data pribadi jutaan pengguna diakses tanpa izin dalam skandal Cambridge Analytica. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi di bawah regulasi seperti GDPR. Selain itu, Indonesia memiliki contoh signifikan terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), seperti kasus pencemaran nama baik yang dialami oleh beberapa individu di media sosial, yang menunjukkan bagaimana UU ITE digunakan untuk menangani ujaran kebencian dan penyebaran informasi palsu.

Di bidang kejahatan siber, kasus ransomware WannaCry yang menyerang sistem komputer di seluruh dunia adalah contoh lainnya, termasuk baru-baru ini Pusat Data Nasional (PDN). Kejahatan ini mengunci data korban dan meminta tebusan dalam bentuk mata uang digital, menunjukkan kerentanan infrastruktur digital terhadap serangan berbahaya. Kasus-kasus ini menekankan pentingnya pemahaman hukum dan regulasi digital bagi masyarakat, terutama dalam rangka melindungi diri dari berbagai ancaman dan risiko yang ada di dunia maya.

Para Ahli tentang Disrupsi Hukum di Era Digital
Para ahli hukum di dunia memberikan pandangan yang beragam namun sependapat mengenai ancaman di bidang hukum di era disrupsi digital. Lawrence Lessig, seorang profesor hukum di Harvard Law School dan pionir dalam bidang regulasi internet, berpendapat bahwa perkembangan teknologi telah melampaui regulasi yang ada, menciptakan “kesenjangan regulasi” yang memungkinkan penyalahgunaan data dan privasi, serta menuntut pembaruan hukum yang dinamis. Sementara itu, Tim Berners-Lee, pencipta World Wide Web, menekankan bahwa internet yang tanpa batas menimbulkan ancaman serius terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan bersuara dan privasi. Menurutnya, peraturan yang ada harus diadaptasi agar sesuai dengan realitas digital tanpa mengorbankan kebebasan fundamental. Ahli hukum siber lainnya, Susan Brenner, menggarisbawahi ancaman kejahatan siber yang semakin canggih dan luas jangkauannya, seperti ransomware dan hacking yang dapat merusak infrastruktur kritis nasional. Ia menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam penegakan hukum siber dan pengembangan kebijakan yang komprehensif untuk menghadapi ancaman ini. Ketiga pandangan ini menggambarkan betapa mendesaknya kebutuhan untuk mengadaptasi dan memperkuat regulasi hukum dalam menghadapi disrupsi digital.

Penyampaian pertanyaan oleh salah seorang mahasiswi Fakultas Syariah

Apa yang harus dilakukan Gen Z?
Pertama, memahami dasar-dasar regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan peraturan perlindungan data pribadi yang berlaku di Indonesia serta internasional seperti GDPR (General Data Protection Regulations). Pengetahuan tersebut akan membantu mereka dalam melindungi diri dari ancaman siber seperti hacking, pencurian identitas, dan penyalahgunaan data. Gen Z harus aktif dalam mengikuti perkembangan teknologi dan hukum terkait media sosial, e-commerce, dan hak kekayaan intelektual untuk memastikan mereka dapat beroperasi dengan aman dan sesuai hukum di dunia maya. Pemahaman mendalam tentang regulasi hukum memungkinkan mereka untuk menciptakan peluang baru, seperti menjadi konsultan hukum siber, pengembang kebijakan teknologi, atau wirausaha di bidang fintech dengan memanfaatkan inovasi teknologi secara legal dan etis. Membekali diri dengan literasi hukum digital juga memungkinkan Gen Z untuk berperan aktif dalam advokasi kebijakan publik terkait privasi dan keamanan digital, serta berkontribusi dalam menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan adil. Melalui aktifitas edukasi berkelanjutan, pelatihan khusus, dan partisipasi dalam diskusi kebijakan, Gen Z dapat menjadi agen perubahan yang signifikan dalam memastikan tatanan hukum di era digital lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan zaman.Penyampaian pertanyaan oleh salah seorang mahasiswi Fakultas Syariah

Penyampaian pertanyaan oleh salah seorang mahasiswa Fakultas Syariah

Sebelumnya, acara diawali dengan Opening Speech oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Muh. Nashirudin, S.Ag., M.A., M.Ag. dan Keynote Speech Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan Dr. Zainul Abas, S.Ag., M.Ag. Acara juga dihadiri oleh Kabiro AUPK, Drs. H. Muhammad Lutfi Hamid, M.Ag., Para Wakil Dekan, Para Ketua dan Sekretaris Jurusan, Para Koordinator Prodi dan dosen di lingkungan Fakultas Syariah serta 541 mahasiswa baru. Studium Generale pada kali ini berakhir pada pukul 11.30 WIB dan sebelum acara diakhiri ditutup dengan tanya jawab dan foto bersama oleh narasumber dan seluruh peserta. (msn)

Sesi foto bersama

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV