Dosen Fakultas Syariah Ikuti Seminar Nasional Bersama Asosiasi Prodi Mazawa se-Indonesia

 

FASYA- (23/10/2019) Bertempat di Bengkulu, civitas akademika yang tergabung dalam Asosiasi Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf se-Indonesia berkumpul untuk menggagas masa depan zakat di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf IAIN Surakarta diwakili oleh Mansur Efendi, M.Si. Mansur Efendi menjelaskan bahwa kegiatan ini terdiri atas seminar, penandatangan MoU dan pertemuan Asosiasi Prodi Manajemen Zakat dan Wakaf se-Indonesia. Rangkaian kegiatannya dilaksanakan sejak tanggal 23 sampai dengan 25 Oktober 2019, tambahnya.

Pertemuan tersebut digelar karena makin strategisnya peran zakat dalam perekonomian nasional. Karena itu diperlukan formulasi yang tepat dalam optimalisasi pengelolaan zakat, terutama di era digital. Tema yang diangkat dalam Seminar Nasional tersebut adalah “Peran Amil Zakat yang profesional Dalam Pengelolaan Dana Zakat di Era Digitasliasi.”

Seminar yang diselenggarakan di Gedung Serbaguna Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu tersebut, menghadirkan tiga orang pembicara. Mereka adalah Dr. Emmy Hamidiyah, M.Si, yang menjabat sebagai Komisioner dan Dewan Pengarah Lembaga Sertifikasi Profesi BAZNAS RI. Selain itu juga Moh. Nasir Tajang, S.Ag., M.Si, yang sekarang dipercaya sebagai Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi BAZNAS RI. Mewakili kalangan akademisi, Dr. Asnaini, M.A, yang sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Bengkulu.

Pemaparan Materi Oleh Dr. Emmy Hamidiyah, M.Si

Dalam paparannya, Emmy Hamidiyah menjelaskan bahwa zakat di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis. Hal ini selaras dengan visi ekonomi syariah Indonesia, “Tahun 2024 Indonesia Menjadi Pusat Ekonomi Islam Dunia.” Implikasi dari visi tersebut, setidaknya melahirkan tiga kebijakan, yaitu pertama, zakat menjadi salah satu pilar penting dan sentral dalam arsitektur keuangan syariah Indonesia.
Kedua, realisasi pengumpulan zakat harus dioptimalkan mendekati potensinya. Ketiga, penataan ulang sistem pengelolaan zakat nasional. Dalam kerangka master plan ekonomi syariah Indonesia, peran zakat diarahkan untuk mancapai target peningkatan indeks kesejahteraan. Dengan indikator utama adalah peningkatan indeks maqasid syariah nasional dan internasional.

Emmy Hamidiyah juga menjelaskan Quick Wins KNKS yang meliputi pertama, Akselerasi implementasi Peraturan BAZNAS No. 2 tahun 2018 tentang Sertifikasi Amil Zakat. Kedua, Otomatisasi zakat bagi institusi, terutama institusi yang berbasis pemerintahan. Ketiga, Harmonisasi dan revisi regulasi terkait zakat, termasuk UU Zakat No 23/2011 dan UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk mendorong zakat sebagai tax credit. Keempat, Program pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang terukur, transparan, akuntabel dan berkelanjutan.

20 tahun sejak UU Pengelolaan zakat diterbitkan pada tahun 1999, pengelolaan zakat di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Meskipun pengumpulan zakat yang tercatat di 5% dari potensinya, namun diyakini kesadaran berzakat terus mengalami peningkatan. Meningkatnya kesadaran berzakat masyarakat merupakan peluang sekaligus tantangan bagi lembaga pengelola zakat. Tantangan terbesar adalah menutup kekurangan internal lembaga pengelola zakat antara kapasitas dan kredibilitas lembaga pengelola zakat, imbuhnya.

Lebih lanjut, Emmy menjelaskan bahwa penyaluran zakat pada tahun 2018 telah berhasil Meningkatkan penghasilan mustahik rata2 sebesar 97,88%. Selain itu juga mampu Memperbaiki Indeks Kesejahteraan Mustahik secara signifikan. Bahkan penyaluran zakat juga sudha mampu Mengentaskan 28% mustahik yang dibantu dari garis kemiskinan versi BPS. Selain itu juga mampu Memperpendek waktu yang diperlukan untuk mengentaskan mustahik dari garis kemiskinan versi BPS dari 11 tahun menjadi 8 tahun (3,68 tahun).

Sementara itu, Asnaini menjelaskan “Peran Perguruan Tinggi Dalam Menyiapkan SDM di Era Revolusi Industri 4.0.” dalam presentasinya, Asnaini menjelaskan bahwa untuk mewujudkan Visi Sistem Ekonomi Indonesia yang telah menerapkan sistem ekonomi syariah, maka perlu upaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menerapkan prinsip syariah pada sistem dan kegiatan ekonomi Indonesia yang meliputi: Sumber Daya Insani (SDI); Regulasi; Institusi; Supervisi; dan Teknologi.

Dia juga menambahkan bahwa Perguruan Tinggi harus memperhatikan Kerangka Penyusunan Kurikulum. Kurikulum disusun untuk membentuk dan mengasah tiga kemampuan: Kemampuan pengetahuan dasar (knowledge), Kemampuan analitis (analysis) dan Keterampilan (skill), terangnya.

Pada sesi terakhir, materi disampaikan oleh Moh. Nasir Tajang, S.Ag., M.Si. Beliau “Menjelaskan tantangan profesi Amil Zakat di Era 4.0.” Dalam paparannya, Nasir mengawali dengan keberhasilan Sudan dalam program pengelolaan zakat. Meskipun Sudan termasuk negara miskin, tetapi relatif berhasil dalam upaya pengentasan kemiskinan. Di Sudan, masyarakat miskin memiliki stok pangan utk 1 bulan. Bahkan 30% stok daging yang dikonsumsi di Afrika disuplay oleh Sudan, terangnya.

Nasir juga memaparkan bahwa Amil zakat harus mempunyai pengetahuan (knowledge) yang terdiri atas Zakat Knowledge (Ilmu Zakat; Memahami tentang dasar-dasar pengelolaan zakat). Selain itu juga pengetahuan tentang Ilmu agama & Syariah, Ilmu Dakwah dan Pemberdayaan masyarakat, Regulasi, Ilmu Managerial dan Teknologi.

Sedangkan keahlian (skill) yang harus dimiliki Amil Zakat adalah Menghitung Objek Zakat, Sosialisasi dan mendakwahkan Zakat, Pemberdayaan masyarakat, Managerial Skill (kemampuan Memimpin) dan Skill berdasarkan bidang (Hukum, Keuangan, Fundraising, Pemberdayaan masysrakat dan IT dan audit). Dalam seminar ini, Nasir Tajang menjelaskan tentang Peran amil dan IT dalam pengelolaan zakat. Strategi peningkatan kompetensi amil zakat, konsep kompetensi zakat. (Penulis: ME/ Editor: DW).

Bagikan

Berita Terbaru

Informasi Terkait

FasyaTV