Alimmatul Ghoriyah, Kendala Biaya Tak Hambat Dirinya Menjadi Wisudawati Terbaik

“Di dalam hidup ini, kita tidak bisa berharap segala yang kita dambakan bisa diraih dalam sekejap. Lakukan saja perjuangan dan terus berdoa. Maka Tuhan akan menunjukan jalan selangkah demi selangkah.” (Merry Riana)

FASYA- Namaku Alimmatul Ghoriyah. Banyak yang memanggilku dengan sebutan Rea. Aku berasal dari Gresik. Aku terlahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Ibuku seorang ibu rumah tangga dan bapakku berprofesi sebagai tukang pijat.

Alhamdulillah berkat karunia Allah, dukungan keluarga dan banyak pihak aku meraih predikat lulusan cumlaude dan wisudawati terbaik pertama tingkat Fakultas dengan IPK 3,77 serta terbaik ketiga tingkat institut.

Berawal dari searching google “kampus negeri yang masih buka pendaftaran”, di situlah aku mengenal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan mengikuti tes Ujian Mandiri. Ketika dinyatakan lolos, saat itu juga aku memutuskan untuk hidup jauh dari orang tua, keluarga dan dari sanak saudara.

Jujur awalnya memang berat. Terlebih karena faktor keterbatasan keuangan. Akan tetapi tekat semangat belajarku membuatku yakin bahwa aku yang berasal dari sebuah desa di Gresik ini bisa hidup di Surakarta Jawa Tengah.

“Uang mungkin kendala, namun tanpa uang bukan berarti kita terkendala.” Kata-kata ini selalu ku jadikan senjata untuk meyakinkan Bapak dan Ibuku, bahwa anak seorang tukang pijat juga bisa mengenyam bangku kuliah.

Aku bersama ibu, bapak dan adikku.

Beasiswa dan Ikhtiar Maksimal

3 tahun 10 bulan merupakan waktu yang cukup panjang dan lama menurutku. Juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi, Alhamdulillah Fakultas Syariah IAIN Surakarta mengenalkanku dengan berbagai peluang beasiswa setelah sebelumnya ditolak beasiswa bidikmisi.

Aku selalu percaya bahwa Allah akan memberikan jalan terbaik kepada umatnya yang bersunggu-sungguh dan taat. Itu karena Allah adalah penulis skenario yang terbaik.

Pada semester dua (2016) alhamdulillah karena IPK cumlaude, aku mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Lalu di semester empat (2017) aku mendapatkan beasiswa Laznas BSM yang bekerja sama dengan Fakultas Syariah.

Pada semester enam (2018) aku mendapatkan beasiswa Bank Indonesia (BI). Alhamulillah aku pun dapat bergabung dengan Generasi Baru Bank Indonesia (GenBI) 2018. Serangkaian kesempatan beasiswa itu mempertebal keyakinanku bahwa biaya bukanlah alasan utama yang menghambat proses pendidikan.

Aku bersama GenBI Solo 2018

Biaya hidup di Solo memang terkenal murah. Tapi hidup di Solo pun tidak hanya butuh makan dan minum, masih banyak kebutuhan lain yang harus aku penuhi. Karenanya, di samping beasiswa aku pun masih mencari penghasilan tambahan lainnya.

Aku pernah menjadi waiter di sebuah warung makan. Aku bekerja secara part time karena harus membagi waktu dengan kuliah. Aku juga mengajar les privat setiap malam dengan mendatangi rumah peserta didik. Semua itu bukan hanya soal penghasilan, tapi lebih dari itu aku berlatih untuk bekerja keras dan mandiri.

Ini karena Bapak ku pernah berpesan padaku: “Jadilah diri sendiri. Jadilah orang yang apa adanya. Jangan gengsi. Jangan suka hidup yang bergaya layaknya orang kaya. Allah sudah mengatur jalan umatnya masing-masing. Semua yang kamu lakukan akan indah pada waktunya. Dahulukan apa yang kamu butuhkan. Jangan mendahulukan apa yang kamu inginkan.” Nasehat-nasehat itulah yang membuatku tetap selalu semangat berjuang menjalani hidup ini.

Menjadi Aktivis dan Raih Prestasi

Fakultas Syariah IAIN Surakarta menjadi saksi awal perjuanganku. Bukan hanya dalam segi akademik tapi juga mengenalkanku dengan sekumpulan orang-orang hebat. Selama menjadi mahasiswa baru, aku selalu terhipnotis dengan ungkapan “jangan menjadi mahasiswa yang kupu-kupu (kuliah pulang), tapi jadilah mahasiswa kura-kura (kuliah rapat).

Ungkapan itu selalu menghantui pikiran dan hatiku, sehingga aku terdorong bergabung dengan berbagai organisasi mahasiswa. Di antaranya UKM, LSO Sharia Law Comunnity (SLC), HIMAM Solo, IMAGE Solo, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) PK A.R. Fachruddin Fakultas Syariah dan PC Ahmad Dahlan Kota Surakarta. Aku berterima kasih kepada lembaga-lembaga tersebut. Kalian telah membuat hidupku di Solo menjadi berwarna.

Banyak ilmu yang aku dapatkan selama kuliah di IAIN Surakarta, terutama di Fakultas Syariah. Tidak hanya itu, aku juga banyak mendapat kesempatan untuk berproses dengan dunia luar.

Tercatat aku berkesempatan mengikuti ajang perlombaan Tingkat Provinsi melalui Olympiade Sharia Economic Law di UMY Yogyakarta (2017). Aku juga sempat mengikuti ajang tingkat Nasional melalui lomba debat pada “Sharia Event” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2018).

Mewakili Syariah ikuti Olimpiade Ekonomi Islam
Memperkuat tim debat

Banyak orang yang berpendapat bahwa menjadi aktivis itu pasti IPK nya jelek, lulusnya lama, dan lupa dengan kuliah. Kata siapa? Saya telah membutikan bahwa itu salah. Menjadi aktivis itu tidak menghambat perkuliahan. Semua itu tergantung pada memanajemen waktu dan niat.

Karena itu, pesanku buat tema-teman “jangan takut menjadi aktivis! Berorganisasilah. Jangan kau habiskan masa mahasiswamu hanya duduk di kelas.”

Menjadi lulusan terbaik bukan berarti aku berpuas diri. Aku sadar, sarjana bukanlah akhir dari segalanya. Bukan akhir dari perjuangan. Bukan pula akhir proses belajar. Sarjana adalah awal dari perjuangan. Awal untuk menyongsong kehidupan di masa depan. Menjadi insan yang bermanfaat, membawa kemajuan dan berikhtiar menjadi role mode bagi masyarakat.

Akhirnya, untuk semua adik-adik mahasiswa jangan pernah patah semangat dalam menggapai tujuan. Untuk mereka yang di luar sana, jangan takut kuliah karena alasan keuangan. Banyak jalan untuk melewati semua itu dan kampus memberikan kesempatan untuk itu.

”Jangan hanya sekedar bangga, tapi buatlah Fakultas Syariah IAIN Surakarta bangga kepadamu. Salam Mahasiswa.” (Rea)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV