FASYA– Jumat (17/04/2020), Mewabahnya pandemi Covid-19 mengakibatkan mahasiswa yang tengah sibuk penelitian maupun mempersiapkan sidang munaqasyah menjadi terhambat. Terhitung sejak pandemi corona mulai mewabah di Indonesia, sensasi akan kesakralan dan tradisi sidang skripsi agaknya terasa berbeda dibandingkan dengan sidang secara langsung.
Berikut pengalaman sidang munaqasyah online yang dialami oleh mahasiswa bernama Muhammad Heri Ardiyanto. Ia dari Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah angkatan 2016, yang merupakan salah satu mahasiswa perdana yang melaksanakan sidang munaqasyah secara online.
Ujianpun dimulai pukul 09.00-10.30 WIB. Dengan judul skripsinya “Transaksi Jual Beli Dengan Bitcoin Perspektif Fiqih Muamalah”. Adapun dewan penguji terdiri dari 3 dosen penguji yaitu penguji pertama Muh. Zumar Aminudin, S.Ag., M.H, penguji kedua Dr. Sutrisno, S.H., M.Hum dan penguji ketiga Desti Widiani, S.Pd.I., M.Pd.I.
Proses Ujian Munaqasyah Online
“Ujian saya prosesnya dua kali. Pertama saya membuat video presentasi lalu dikirim ke Dosen Penguji. Kedua tanya jawab dengan video call melalui WhatsApp. Semuanya terbilang cukup lancar,” ungkapnya.
Semula Heri mengaku merasa agak sedih dengan kebijakan sidang munaqasyah/skripsinya yang dilaksanakan secara online.
“Sebenarnya saya sudah siap bener dan lain-lain dari teman-teman tapi akhirnya begini. Terus nanti wisuda apakah juga via online?. Namun mau bagaimana lagi tetap harus disyukuri. Lagian kapan lagi bisa video call sama tiga Dosen sekaligus dan ngobrolin hal yang berbobot,” jelasnya.
Meski begitu Heri tetap merayakan sidang skripsinya dengan cara live di Instagram ketika sidang berlangsung dan me-repost ucapan-ucapan selamat dari teman-temannya melalui IG Story dan WhatsApp. Heri melakukan itu untuk menghargai orang-orang yang telah mendukungnya.
“Tapi kesannya cukup menarik. Saya kepikiran nanti kalau dinyatakan lulus sidang, saya akan menceritakan bahwa saya ini sarjana online atau bisa juga dibilang sarjana ditengah wabah corona,” pungkasnya sembari tertawa.
“Sebenarnya jika dibandingkan, pastinya lebih nyaman bertatap muka langsung. Sebab jika semua dilakukan via online agak lebih repot. Namun ketegangan saat sidang agak berkurang dan tempatnya kita yang menentukan sendiri,” tuturnya.
Namun demikian Heri mengungkapkan, ia jadi memiliki pengalaman tersendiri karena pernah merasakan sidang secara online untuk pertama kalinya dilakukan oleh kampus. Kelemahannya adalah aplikasi yang digunakan bergantung sepenuhnya pada koneksi internet. Hal itu bisa memengaruhi kualitas video dan audio sehingga kemungkinan menghambat jalannya sidang tersebut.
Ia berpesan kepada mahasiswa yang tengah mempersiapkan seminar proposal maupun sidang munaqasyah/skripsi untuk memastikan koneksi internet lancar dan melakukan uji coba sebelum betul-betul melaksanakan sidangnya.
Diakhir sidang para tim dosen penguji memberikan ucapan selamat atas kelulusannya dan menyatakan berhak menyandang gelar sarjananya. (Muhammad Heri Ardiyanto/ Ed. DW)