Memaknai Peristiwa Lewat Khataman Buku Karya Bandung Mawardi

FASYA-Mengawali serentetan program kerja dalam kepengurusan baru, Lembaga Semi Otonomo (LSO) Literasi, Riset, dan Jurnalistik (LIRIK) mengadakan Khataman Buku perdana pada Kamis, (10/02/2022). Konsep Khataman Buku ini seperti pada umumnya khataman. Ada pengkhatam dan jemaah. Khataman Buku artinya mengkhatamkan buku bersama-sama, semua membaca beberapa bagian sebelum diobrolkan bersama.

Buku yang diangkat yaitu Silih Berganti: Esai-Esai Tenger karya Bandung Mawardi. Buku berisi tentang esai-esai tenger, atau tetenger, yang bermakna ciri atau tanda khas pada peristiwa yang perlu dimaknai. Pengkhataman buku ini adalah M Baha Uddin dari divisi literasi. Sementara untuk keberjalanan acara, khataman ini dinahkodai oleh Karima Kusumawati dari divisi yang sama.

Khataman dimulai sekitar pukul 15.30 WIB bertempat di pelataran Fakultas Syariah. Sebagian peserta (baca: jemaah) sudah berada di tempat, sebagian datang ketika khataman tengah berlangsung.

Ada tujuh esai yang ditekankan oleh pengkhatam, yaitu: Berlagak Sedih Tak Berujung, Bersantap (Cerita) Anjing, Membaca Itu Penghiburan, Monumen Kefanaan, Pencasila dan Rekor, Rumput; Nostalgia & Bumi, dan Tempat Sampah Itu. “Ketujuh esai tersebut saya pilih sebab sangat dekat, representatif, dan koheren dengan peristiwa sehari-hari kita sebagai makhluk sosial.” jelas pengkhatam.

Beberapa peserta diberi waktu untuk membaca dan memahami salah satu dari ketujuh esai tersebut. Kemudian memberi pandangan berupa kritik, sanggahan, dan afirmasi. Bahkan sebagian peserta bercerita masa lalunya dan menautkan dengan esai yang dibahasnya. Pengkhatam pun menambahkan cerita masa lalunya ihwal esai berjudul Rumput; Nostalgia & Bumi, “Waktu dulu, ketika pulang sekolah dasar, saya dan beberapa teman sering main di ladang berumput. Hal itu sudah membikin bahagia setelah lelah seharian menerima pelajaran di sekolah. Terkadang membantu penggembala memberi makan ternaknya. Di era sekarang, rumput sudah jarang dijamah untuk dijadikan tempat bermain anak-anak kecil. Rumput ditinggalkan dan diacuhkan begitu saja tanpa cerita dan peristiwa. Kini rumput tergantikan oleh permainan canggih buatan teknologi. Kini, rumput hanya nostalgia belaka.”

Khataman tidak sepi konsumsi, sehingga ada beberapa kudapan yang disediakan panitia. Walau sederhana, tapi mungkin cukup untuk menemani jalannya khataman. Khataman pun diakhiri sekitar pukul 17.15 WIB. Dari khataman buku Silih Berganti kita diingatkan untuk belajar menyesuaikan diri dengan pola yang dijalani masyarakat secara lebih masif, yang tidak bisa begitu saja diubah sesuai yang dicita-citakan. Pun jangan mudah terjerumus pada kumparan kemajuan zaman. Seperti yang ditulis dalam pengantar buku ini oleh Sindhunata, “Pada akhirnya, perlu diingat bahwa transformasi yang terlihat membebaskan kita dari banyak bentuk keterbatasan akses informasi, pada kenyataannya sekaligus juga menghadirkan gerak penguasaan.” (M Baha Uddin/Ed:afz/SINPUH)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV