Perjanjian Perkawinan : Tindakan Preventif Konflik Rumah Tangga

Oleh: Widhigdha Devara Raka Prajna*

Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI)

 

FASYA- Sering kita jumpai bahwa adanya perjanjian perkawinan justru menjadi pembahasan yang tabu di beberapa kalangan masyarakat. Hal ini dianggap sebagai tindakan materialistis dan menjauhkan rasa kepercayaan antar pasangan. Sangat lumrah pandangan ini beredar di masyarakat, karena belum memahami seluk beluk pentingnya hal tersebut Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan mulai dari pengertiannya ditinjau dari segi hukum, sampai manfaat diadakannya.

Memahami Perjanjian Perkawinan

Peraturan yang mengaturnya adalah Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan juga Pasal 45 sampai 52 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan:

Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.

Dari pasal diatas dapat diketahui bahwa perjanjian perkawinan dapat dilangsungkan/boleh dilakukan, baik sebelum perkawinan maupun saat berlangsungnya perkawinan. Untuk sahnya perjanjian tersebut, harus dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan/notaris. Mengenai syarat-syarat yang lain bagi mempelai/calon mempelai yang beragama Islam, juga diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Perjanjian Perkawinan bagi Orang Beragama Islam

Ada aturan tambahan bagi orang beragama Islam yang akan membuat perjanjian perkawinan, di samping Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang disebutkan diatas. Syarat ini dijelaskan pada pasal 45 Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :

  1. Taklik talak dan
  2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Mengenai Taklik talak dijelaskan pada pasal berikutnya yaitu:
  3. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
  4. Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke pengadilan Agama.
  5. Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Selain taklik talak, pasal ini mengatur bahwa perjanjian perkawinan bagi seorang yang beragama Islam harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Jangan sampai adanya hal ini justru merugikan kepentingan salah satu pihak, atau bahkan pihak ketiga yang akan dirugikan. Semua harus sesuai dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Manfaat

Kita harus membuka pikiran dan melihat semua kemungkinan yang terjadi selama berlangsungnya ikatan perkawinan. Tentunya semua orang tidak mau jika perkawinan memiliki permasalahan di kemudian hari, sehingga muncul perolokkan atau cekcok dan menggiring ke perceraian. Dari perceraian tersebut akan timbul masalah hukum yang baru. Tindakan atau upaya preventif seperti perjanjian perkawinan adalah jawabannya.

Perjanjian perkawinan bagi calon mempelai berlatar belakang memiliki usaha/bisnis dan memiliki hutang piutang sehingga di kemudian hari akan adanya kemungkinan-kemungkinan terburuk seperti kepailitan/kerugian, tidak berdampak pada pihak lain (di dalamnya), semua mempunyai kepentingan sendiri-sendiri dan tidak berkenan untuk digabungkan. Hal ini juga meningkatkan kepercayaan antar pasangan, karena urusan-urusan seperti tanggung jawab dan hak sudah disepakati sejak awal. Sehingga masing-masing pasangan memiliki kekuatan hukum jika kemudian hari kepentingan tersebut bermasalah.

Selain kepercayaan yang meningkat, manfaat lain seperti melindungi para pihak, seorang istri yang rentan akan kekerasan dalam rumah tangga. Adanya perjanjian perkawinan yang mengatur kesepakatan menjadikan suami berpikir dua kali untuk mencelakai istri atau bahkan sampai pada menceraikan. Kesimpulannya, adanya perjanjian bukan semata-mata sifat egois untuk melindungi kepentingan pribadi, melainkan untuk menjamin adanya kepastian hukum dan kemungkinan lain yang akan muncul di kemudian hari. Perjanjian perkawinan adalah sebuah jawaban untuk melindungi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga terjadi kepercayaan antar pasangan.

*Artikel ini telah tayang di rahma.ID edisi Sabtu, 25 Juli 2020

https://rahma.id/perjanjian-perkawinan-tindakan-preventif-konflik-rumah-tangga/

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV