Seminar HMPS HKI: Polemik UU Perkawinan antara Tradisi, Dispensasi, dan Revisi

FASYA-Rabu, (24/08/2021) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga Islam (HKI) menyelenggarakan seminar daring bertajuk “Polemik UU Perkawinan: antara Tradisi, Dispensasi, dan Revisi”. Dr. Layyin Mahfiana, S.H., M. Hum. Dosen Fakultas Syariah dan pegiat isu-isu gender menjadi narasumber seminar kali ini.

Seminar daring diadakan melalui Google Meet dan Zoom yang diikuti oleh lebih kurang 250 peserta dari mahasiswa HKI maupun umum. Lusyana Nur sebagai Pembawa Acara membuka serangkaian seminar pukul 19.00 WIB. Dilanjut pada acara sambutan dari Ketua HMPS HKI, Abdullah Salam. Muhammad Zumar Aminuddin, S.Ag., M.H., selaku kaprodi HKI turut bergabung di awal dan menyampaikan sepatah sambutan.

Acara inti dimulai ketika Ahmad Makruf sebagai moderator menyapa teman-teman peserta dan mempersilakan Dr. Layyin Mahfiana, S.H., M. Hum memaparkan materinya. Beliau menyampaikan materi dengan gamblang, komunikatif, dan tentu memakai bahasa sedikit milenial. Alhasil peserta mudah memahami materi dan begitu antusias mengikuti jalannya seminar.

Tak hanya itu, cara Dr. Layyin menjelaskan materi memiliki ciri khas tersendiri dengan selipan humor-lelucon dengan maksud menghidupkan suasana. Pun gaya bahasa yang digunakan beliau mudah dimengerti dan diterima oleh kalangan mahasiswa.
Kita bisa membaca contoh sepenggal kalimat yang diutarakan Dr. Layyin dalam seminar, “Pola relasi seimbang dalam hubungan perkawinan sangat diperlukan guna mewujudkan pernikahan yang ideal. Adanya pertimbangan terhadap dispensasi kawin merujuk pada bentuk perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan, dimana hal itu merupakan sebuah revisi dari UU sebelumnya (UU Nomor 1 Tahun 1974 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019). Akan tetapi, dispensasi tidak menjamin terjadinya suatu pernikahan, karena tetap tidak bisa dipungkiri bahwa ketika anak di bawah umur pasti belum mempunyai mental, psikologis, sosiologis, dan dari kesehatannya juga belum mumpuni, dan akhirnya mengakibatkan banyaknya kasus perceraian dan gagalnya suatu pernikahan.”

Seminar Daring semakin menarik ketika sesi tanya jawab dan penyampaian argumen berlangsung. Seperti Alding Fatimah (Bendahara HMPS HKI) bertanya perihal dispensasi perkawinan dalam UU Perkawinan baru akibat dari adanya jejaring pornografi yang marak di masa sekarang ini.

Dr. Layyin menjelaskan bahwa adanya dispensasi nikah hanya berlaku ketika adanya keadaan yang mendesak atau tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa. Dalam kasus seperti ini muncul banyak kemungkinan pernikahan dini, hal yang perlu dipertimbangkan meliputi aspek kesejahteraan, pendidikan anak, dampak ekonomi sosial, kesehatan dan kekerasan yang nantinya akan ditanggung dalam berumahtangga.

Kemudian Ahmad Makruf (moderator) menanggapi, bagaimana pada fenomena keluarga pondok pesantren yang biasanya memiliki tradisi menikahkan putra-putrinya (Ning dan Gus) pada usia dini dengan tujuan tertentu? Apakah bisa dikatakan sebagai pernikahan dini?.

Beliau pun menjawab bahwa kondisi seperti itu memang sudah tradisi mereka. Jika dilihat dari psikologis, sosiologis, dan juga kesehatannya pasti sudah mumpuni. Namun pernikahan ini dianggap belum sah menurut negara, sebab tak memenuhi aturan dan ketentuan.

Seminar daring di akhiri Ahmad Makruf dengan sedikit mengulas materi. Panitia memberikan tautan presensi untuk bisa mengunduh sertifikat. Harapan dari para peserta, setelah mengikuti seminar bisa menambah pengetahuan dan lebih memahami peristiwa hukum keluarga dari berbagai konteks, baik tradisi, agama, maupun hukum negara. “Hidup tanpa prinsip bagai pisau tumpul yang tidak berguna. Agama dan Tuhan merupakan pegangan dari guci kemaslahatan hidup,” ucap Dr. Layyin sembari menutup pembicaraanya. (Nida’ Afifah Zain dan Umniatul Aula/Ed.afz)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV