Sukses dan Lancar, Fakultas Syariah Gelar Diskusi Dosen Daring Edisi Ramadhan Sesi 2

FASYA-Kamis (07/05/2020), dalam menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan banyak lembaga yang mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif. Namun, kegiatan tersebut belum bisa dilakukan secara langsung dalam ruang yang sama.

Kebanyakan kegiatan dilakukan dalam ruang virtual. Seperti halnya diskusi dosen daring edisi Ramadhan yang dilaksanakan oleh Fakultas Syariah.

Diskusi dosen daring edisi Ramadhan dilaksanakan selama dua pekan dalam bulan Ramadan. Kajian tersebut diisi dengan materi seputar Ramadan dan keislaman oleh dosen-dosen Fakultas Syariah.

Diskusi dosen daring edisi Ramadhan sesi kedua dilaksanakan pada Kamis, 7 Mei 2020 dan dimulai pukul 10.00 WIB. Pada sesi ini kajian diisi oleh Sulhani Hermawan, M.Ag. dan H. Farkhan, M.Ag. dan dimoderatori oleh Putu Widhi Iswari, S.E., M.S.M.

Sebagai pemateri pertama, Sulhani Hermawan, M.Ag. membahas berbagai dimensi dalam hukum Islam, khususnya pembelajaran yang dapat kita petik dari puasa, salat, dan zakat.

Hukum Islam tidak langsung disyariatkan, tetapi ada rentetannya. Pertama, hukum diturunkan kepada manusia untuk dibaca. Kedua, hukum tersebut harus dipahami. Pemahaman terhadap hukum akan memengaruhi posisi seseorang terhadap beban syariah yang ditanggungnya.

Ketiga, hukum tersebut harus dilaksanakan. Hukum Islam yang bisa dilaksanakan oleh seseorang akan memunculkan lima hal yang harus dijaga, yaitu agama (hifdzuddin), jiwa (hifdzunnafs), keturunan (hifdzunasl), harta (hifdzulmal), dan akal (hifdzulaql).

Sebagai pemateri kedua dalam sesi ini, Farkhan, M.Ag membahas tentang imsak. Inti ibadah puasa adalah imsak, yaitu menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkannya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Hanya itulah yang dilakukan oleh seorang shaim.

Secara fikih, puasa adalah ibadah yang pembahasannya paling simpel dan praktis, jauh berbeda dengan salat dan haji, misalnya, yang di dalamnya banyak aturan detail yang harus dipahami dengan baik.

Hal itu terkait syarat rukunnya, yang jika tidak tepat, tentu berdampak pada status hukumnya yang menjadi tidak sah. Meskipun secara fikih, puasa sangat simpel dan mudah, pelaksanakannya sangat berat. Lebih berat dibanding ibadah yang lain karena bertahan tidak makan dan minum dalam rentang waktu yang cukup lama.

Di Indonesia ibadah puasa dilakukan selama tidak kurang dari 13 jam, sedangkan di negara-negara yang mengenal empat musim bisa lebih dari itu, yaitu sampai 15-17 jam.

Kemudian, sama dengan ibadah formal lainnya, yaitu akan terasa jauh lebih berat saat harus menerjemahkan nilai dan pesan puasa itu ke dalam seluruh durasi hidup dalam usia yang masih tersisa. Inilah goal atau tujuan terpenting dari ibadah yang ada di dalam Islam.

Jika belum sampai ke tahap ini, suatu ibadah yang walaupun sudah sah menurut ketentuan fikih, masih belum bisa dikatakan berhasil. Sangat banyak nas, baik ayat maupun hadis, yang menegaskan hal ini, misalnya sabda Nabi Muhammad saw. berikut.

من لم يدع قول الزور والعمل به فليس للّه حاجة في أن يدع طعامه وشرابه ( أخرجه البخاري رقم : ١٩٠٣ )

Terkait dengan kondisi masyarakat sekarang ini yang tengah diberlakukan PSBB atau karantina, maka dalam puasa sebenarnya terdapat unsur yang sama. Orang yang berpuasa, secara nyata, juga mengarantina diri dari segala hal yang membatalkan puasa.

Itulah imsak. Berarti, secara substansi, PSBB, karantina, dan imsak bisa dikatakan sama atau ber sinonim. Itu juga terjadi pada ibadah shalat haji dan lain sebagainya.

Jadi, seorang muslim sebenarnya sudah terbiasa melakukan PSBB dan karatina. Dalam ibadahnya itu, sebagai wahana latihan untuk bisa membatasi diri dari segala hal yang terlarang dalam seluruh perjalanan hidupnya.

Inilah tugas berat yang membutuhkan energi besar dan perjuangan yang sungguh sungguh untuk menjadi hamba Allah yang shalih, taat hukum, dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang lain.

Berkaitan dengan imsak pula, ada sifat atau akhlak yang sayogianya melekat pada diri setiap muslim dan menjadi bagian dari kepribadiannya sebagai bagian dari buah berpuasa, yaitu sifat wara’ yang artinya juga meninggalkan.

Meninggalkan apa ? Di sini ada empat level sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hamid Al-Ghazali. Pertama, Wara’ al-‘udul, yaitu meninggalkan sesuatu yang secara fikih sudah jelas status haramnya. Kedua, Wara’ al-shalihin, yaitu meninggalkan sesuatu yang belum tegas keharamannya, tetapi kehalalannya juga masih samar (syubhat).

Ketiga, Wara’ Al-Muttaqin, yaitu meninggalkan sesuatu yang mubah dan tidak dilarang, tetapi khawatir bisa menarik kepada sesuatu yang terlarang. Keempat, Wara’ al-shiddiqin, yaitu meninggalkan apa saja yang tidak bernilai ibadah dan bisa membuat hati lalai.

Menurut Ustaz Farkhan, uraian materi ini dapat diringkas menjadi sajak berikut ini.

Imsak adalah jaga jarak

Dari segala hal tak layak

Dari sikap yang tak bijak

Tegas bersuara no, tidak

Untuk hal yang merusak

Agar kita tak salah jejak

Agar hidup berdiri tegak

Ikatan kuat tak terkoyak

Saling hormat tak norak

Damai harum semerbak

Di sini dan akhirat kelak

 

Allahu a’lam bi al-shawab..

Alfaqir ila ‘afw Rabbih.

Demikian pemaparan materi sesi ke-2 diskusi dosen daring edisi Ramadhan sesi kedua ini. Meski dilaksanakan saat hari libur, nyatanya, peserta kajian tetap antusias mengikuti dari awal sampai selesai. Pada sesi ini juga banyak peserta yang mengajukan pertanyaan. (Mokh. Yahya/Ed.MY)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV