KKN Nusantara di Daerah 3T, Mahasiswi Fakultas Syariah Berbagi Cerita “Menghargai Setetes Air”

FASYA- Senin (17/02/2020), Alliffia Balqis Candharaning Ratri adalah salah satu mahasiswi Fakultas Syariah IAIN Surakarta dari prodi HES yang terpilih mewakili IAIN Surakarta sebagai perserta KKN Nusantara 3T (tertinggal, terluar dan terdalam) di Kec. Sulamu, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

KKN Nusantara di Daerah 3T ini diselenggarakan oleh Kementrian Agama Indonesia. Tema KKN “Peace Building Mewujudkan Moderasi Beragama dalam Membangun Indonesia dengan Metode Asset Based Community-driven Development (ABCD)”

Kegiatan KKN dilaksanakan mulai 7 Januari 2020 sampai 15 Februari 2020. Sebelum dilepas di tempat KKN, dilakukan pembekalan selama tiga hari yang dilaksanakan di Asrama Haji Kupang.

Pembekalan dibuka langsung oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan (Dikstis) yaitu Prof. Arskal Salim. Hari terakhir pembekalan, peserta KKN dibebaskan untuk memanfaatkan waktu persiapan sebelum esoknya dicampakkan di desa tertinggal, terluar dan terdalam.

Alliffia menceritakan pengalamannya, “Tepat 10 Januari 2020 akhirnya mendedikasikan diri mengabdi pada masyarakat setelah tiga hari lamanya dijejali pembekalan,” terangnya.

Kurang lebih memakan waktu 2,5 jam untuk menuju Kantor Kec. Sulamu dengan menaiki bus Damri untuk mengikuti penyambutan oleh segenap perangkat pemerintah Kec. Sulamu.

Kemudian menempuh waktu 40 menit menuju living kos di Kantor Desa Pantai Beringin, Kec. Sulamu Kupang NTT menggunakan oto sebuah pickup digunakan kendaraan umum di NTT.

Dengan membopong ransel dan koper di bawah sinar matahari yang begitu terik. Tantangan air bersih yang susah setengah mati, listrik jalan yang belum ada, kendaraan pribadi untuk mobilitas tidak tersedia dan juga jaringan yang susah bahkan tidak ada.

SETETES AIR

Kebetulan di desa yang kami tempati pasokan air bersih sangat susah, ada sumber air yaitu sumur akan tetapi yang menjadi masalah di sini adalah sumur yang terletak begitu jauh dengan Kantor Desa.

Ada 2 sumur yang terdekat pun kurang lebih 500 meter dari Kantor desa. Tidak seperti di Kota yang sudah disediakan oleh PDAM dan setiap rumah memiliki sumur. Faktor dari iklim di NTT panas dan di musim hujan pun tidak setiap hari ada hujan.

Satu tetes air bagi saya sangatlah berharga sekali. Karena sebelum mendapatkan satu tetes air di sini membutuhkan perjuangan.

Sebelum mendapatkan air, kami setiap hari harus berjuang berjalan kaki dengan medan jalan yang terjal dan curam untuk menuju sumur terdekat untuk mandi dan mencuci baju.

Sesampainya di sumur kami masih harus menimba air untuk mandi sebelum mandi kami disuguhi tantangan dengan mengangsu air menuju kamar mandi sejauh 30 m.

Dengan itu selama saya dan teman-teman mengabdi di Desa Pantai Beringin mengalami kekurangan air dan lebih menghargai satu tetes air di setiap harinya.

Dan untuk kebutuhan air di dapur dan kamar mandi untuk wudhu dll, kami masih harus membeli satu tengki air bersih yang kurang lebih 5000 liter dengan harga dua ratus lima puluh ribu.

Bersyukurlah yang sekarang ini tinggal di kota atau di desa maju yang tidak mempunyai masalah mengenai air di setiap rumah.

Sebagai agent of change yang biasanya membuang-buang air mulai sekarang lebih bisa menghargai setiap tetes air dan dapat memanfaatkan air dengan sebaik-baiknya, karena di sini masih sangat kekurangan air. (Alliffia/ dw)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV