Sunat Perempuan: Tuntunan atau Kebiasaan?

FASYA- Sabtu (19/12/2020), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta mengadakan acara webinar melalui aplikasi zoom yang bertajuk “Sunat Perempuan Tuntunan atau Kebiasaan”. Tema tersebut sangat cocok untuk dibahas karena di kalangan ulama dan masyarakat sendiri masih menjadi pro kontra adanya sunat perempuan. Webinar tersebut diikuti oleh 50 peserta dan dimulai pukul 19.30 WIB.

Dekan Fakultas Syariah, Dr . Ismail Yahya, S.Ag., MA. menuturkan dalam sambutannya yang sekaligus membuka webinar tersebut, “Alhamdulillah meski secara online kami kembali dipertemukan dengan Prof. Musdah setelah sekitar tahun 2007 lalu menghadirkan beliau secara langsung di IAIN Surakarta. Semoga peserta webinar kali ini dapat memahami mengenai sunat perempuan ini, apakah tuntunan atau kebiasaan? Mari kita simak!”

Dalam mengupas tema Sunat Perempuan ini HMPS HKI menghadirkan dua narasumber yaitu Prof. Dr. Musdah Mulia  Penulis Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis. Narasumber yang kedua yaitu Dr. Abdul Aziz, M.Ag. Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta. Webinar ini di moderatori oleh Roudhotul Jannah Ketua HMPS Hukum Keluarga Islam IAIN Surakarta. Pastilah timbul pertanyaan-pertanyaan tentang sunat perempuan ini.

Dr. Abdul Aziz memaparkan mengenai sunat perempuan dari Hukum Islam. Sunat perempuan itu merupakan tradisi yang sudah ada dan berkembang sejak zaman nabi Ibrahim As.

Beliau juga menuturkan bahwa “Praktek sunat yang berkembang di dunia itu mengerikan, di sejumlah daerah terdapat informasi-informasi yang tidak sesuai. Ulama klasik mengatakan bahwa sunat perempuan merupakan ajaran syariat Islam. As Syafi’i mengatakan bahwa sunat bagi perempuan itu wajib. Imam abu Hanifah mengatakan sunat perempuan hukumnya  Sunnah”.

Beliau juga menjelaskan mengenai adanya ulama kontemporer yang pro dan kontra dengan sunat perempuan tersebut. Dan memang, sunat perempuan ini adalah hal yang tidak manusiawi dan bertentangan dengan HAM.

Sementara Prof. Musdah Mulia menjelaskan mengenai sunat perempuan dari perspektif HAM dan keadilan gender. Beliau menuturkan bahwa tidak ada manfaat dari sunat perempuan dan bahaya melakukan sunat perempuan tersebut. Jelas bahwa sunat perempuan ini bertentangan dengan HAM dan tradisi ini masih berlanjut disebabkan karena ketimpangan gender yang ada.

Banyak yang melakukan sunat perempuan bertujuan untuk mengurangi hasrat seksual perempuan. Seolah-olah perempuan hanyalah objek seksual dan tidak boleh memiliki hasrat sendiri. Beliau menyebutkan bahaya melakukan sunat perempuan akan merasakan rasa sakit yang tidak hilang-hilang pada bagian yang disunat dan menimbulkan dampak jangka panjang baik dari segi fisik maupun psikis.

“Cara menjelaskan kepada keluarga mengenai sunat perempuan ini kita harus berani menjelaskan bahwa sunat perempuan benar-benar tidak boleh dilakukan karena hal yang membahayakan, tradisi sunat perempuan yang harus dihapus karena memiliki banyak dampak bahaya bagi perempuan” terang Musdah Mulia

Kedua narasumber di atas berhasil  mengupas tema dengan sangat jelas dan matang, tampaknya peserta webinar kali ini sangat mengikuti alur pembicaraan dari kedua narasumber. Diskusi sangat hidup karena peserta sangat antusias bertanya.

Di akhir acara, Roudhotul Jannah menyampaikan kesimpulan, “Faktanya, sunat perempuan sangat membahayakan perempuan. La dharara wa la dhirar, segala bentuk tindakan yang mengakibatkan kemudaratan dan kerusakan bagi tubuh manusia harus ditinggalkan.” (Laelatun Nikmah-HMPS HKI/ Ed. Khairunnisa)

Bagikan

Berita Terbaru

Berita Terkait

FasyaTV